Banda Aceh (ANTARA) - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Saifuddin Muhammad menyoroti isu BUMD Bank Aceh Syariah (BAS) yang menginvestasikan dananya sebesar Rp7 triliun lebih ke luar provinsi baik pada perusahaan maupun bank syariah daerah lainnya.
"Ada persoalan di internal Bank Aceh yang harus dibenahi. Diantaranya penempatan dana di luar daerah yang mencapai Rp7 triliun, juga tata kelola dan portofolio pembiayaan yang belum memihak pada UMKM," kata Saifuddin Muhammad alias Yah Fud, di Banda Aceh, Rabu.
Berdasarkan informasi diterima Yah Fud, sebanyak Rp8 triliun dana Bank Aceh tersebut diinvestasikan dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) di Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan dan pembiayaan ke perbankan syariah daerah lainnya.
Baca juga: Gubernur tekankan Bank Aceh harus berkontribusi untuk ekonomi daerah
Dirinya tidak mempermasalahkan penempatan sebagian dana Bank Aceh dalam bentuk SBN di Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan. Tetapi, yang menjadi permasalahan adalah penempatan dana pembiayaan ke beberapa perusahaan atau bank syariah daerah lain.
"Kalau penempatan dana di BI dan Kemenkeu dalam bentuk SBN untuk kepentingan likuiditas dan liabilitas tidak masalah. Tapi ini ada kredit korporasi untuk beberapa perusahaan di luar Aceh serta bank syariah milik daerah lain, ini yang jadi tanda tanya," ujarnya.
Padahal, kata dia, sesuai ketentuan, tugas utama Bank Aceh Syariah adalah memajukan ekonomi Aceh, bukan daerah lain yang memang sudah lebih maju.
"Seharusnya Bank Aceh fokus terhadap pembiayaan bagi perusahaan yang beroperasi di Aceh," katanya.

Dirinya menuturkan, jika memang Bank Aceh mau bermain pada segmen kredit korporasi, kenapa tidak untuk perusahaan yang beroperasi di Aceh agar memberikan multiplier effect kepada masyarakat Aceh.
Misalnya, untuk pengembangan usaha PT PEMA (Pembangunan Aceh), sehingga tidak perlu lagi minta penyertaan modal dari Pemerintah Aceh. Juga untuk perusahaan lain yang membawa dampak positif bagi ekonomi Aceh," ujarnya.
Sementara disisi lain, lanjut Yah Fud, selama ini dirinya banyak menerima keluhan dari masyarakat terkait sulitnya mendapatkan pembiayaan atau kredit dari Bank Aceh, terutama dari para pelaku UMKM.
Di mana, berbagai syarat yang ditetapkan Bank Aceh seringkali tidak mampu dipenuhi oleh para pelaku usaha. Akhirnya, mereka beralih ke lembaga keuangan lain untuk mengakses permodalan.
"Ini sungguh ironis, Bank Aceh itu milik rakyat Aceh, tapi ketika rakyat Aceh butuh kredit untuk usaha malah dipersulit. Akhirnya sebagian dari mereka terjebak dengan rentenir. Dimana tanggung jawab untuk memajukan ekonomi Aceh," tegasnya.
Karena itu, Yah Fud meminta Gubernur Aceh Muzakir Manaf selaku pemegang saham pengendali (PSP) untuk memberi perhatian serius terhadap permasalahan ini, dan melakukan reformasi total terhadap tata kelola Bank Aceh.
"Saat ini kondisi ekonomi Aceh sedang terpuruk, tata kelola Bank Aceh juga tidak baik-baik saja. Kita berharap Gubernur Aceh segera mereformasi total manajemen bank agar kinerja Bank Aceh kedepan bisa berkontribusi bagi kemajuan ekonomi Aceh," demikian Yah Fud.
Baca juga: HUT ke-52 Bank Aceh, momentum menyatukan langkah membangun Aceh
Pewarta: Rahmat FajriEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025