Banda Aceh (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Bireuen, Provinsi Aceh, menyatakan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) menyetujui penyelesaian tiga perkara berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ).

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen Munawal Hadi di Bireuen, Selasa, mengatakan tiga perkara tersebut yakni dua tindak pidana penganiayaan dan satu perkara penadahan.

"Jampidum menyetujui penyelesaian tiga perkara tersebut berdasarkan keadilan restoratif setelah korban dan tersangka masing-masing perkara tersebut berdamai. Para Tersangka juga berjanji tidak mengulangi perbuatannya," katanya.

Sebelumnya, kata dia, pihaknya menggelar ekspose penyelesaian perkara penganiayaan berdasarkan keadilan restoratif dengan Direktur Oharda Kejaksaan Agung Nanang Ibrahim Saleh dan Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Aceh Eryandi Siregar.


Baca juga: Kejari Bireuen damaikan perkara penganiayaan kakak adik berdasarkan RJ
 

Adapun tiga perkara tersebut dengan tersangka berinisial DM, MA, dan S. Sedangkan korban masing-masing berinisial A dan R. 

Perkara penganiayaan dengan tersangka DM terjadi sebuah warung kopi di Kota Juang, Kabupaten Bireuen, pada 31 Mei 2025. Penganiayaan terkait video di media sosial.

Sedangkan perkara penganiayaan dengan tersangka MA terjadi di Desa Glumpang Bungkok, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen, pada 27 Mei 2025. Penganiayaan tersebut terkait kesalahpahaman keluarga.

"Sedangkan perkara penadahan dengan tersangka S terjadi pada Maret 2025. S mencuri semen dan alat pertukangan serta menjualnya kepada orang lain," kata Munawal Hadi.

Berdasarkan ekspose tersebut, Jampidum menyetujui penyelesaian perkara berdasarkan RJ. Dengan adanya persetujuan tersebut, maka jaksa penuntut umum Kejari Bireuen tidak melanjutkan penyelesaian perkara tersebut ke pengadilan.

Kajari Bireuen menyebutkan penyelesaian perkara berdasarkan restoratif merupakan tindak lanjut program Jaksa Agung, di mana penyelesaian sebuah perkara tidak harus melalui proses peradilan atau persidangan di pengadilan.

Penghukuman pelaku dalam sebuah perkara adalah upaya terakhir, sehingga apabila ada persoalan hukum diupayakan diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif dan tidak harus ke pengadilan, kata Munawal Hadi.

Syarat penyelesaian perkara hukum berdasarkan keadilan restoratif di antaranya, para pihak, baik korban maupun pelaku sudah berdamai serta pelaku berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban juga tidak lagi menuntut.

Persyaratan lainnya, pelaku baru pertama melakukan tindak pidana, bukan residivis atau orang yang pernah menjalani pidana. Serta ancaman pidananya kurang dari lima tahun. 

"Penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif tersebut sejalan dengan kearifan lokal masyarakat Aceh, di mana penyelesaian sebuah perkara dimusyawarahkan kedua pihak yang disaksikan tokoh masyarakat," kata Munawal Hadi.


Baca juga: Kejari Bireuen beri pendampingan hukum pembangunan sektor pendidikan



Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025