Banda Aceh (ANTARA) - Jaksa penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menahan dua tersangka tindak pidana korupsi pengelolaan anggaran pada Balai Guru Penggerak (BGP) Provinsi Aceh mencapai Rp76,4 miliar.

Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Aceh Muhammad Ali Akbar di Banda Aceh, Senin, mengatakan kedua tersangka yakni berinisial TW, pegawai negeri sipil selaku Kepala BGP Provinsi Aceh pada 2022 hingga Agustus 2024. Serta M, pegawai negeri sipil selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada BGP Provinsi Aceh.

"Penyidik menahan dua tersangka tindak pidana korupsi pada BGP Provinsi Aceh. Keduanya ditahan di Lapas Kelas III Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, guna mempercepat penanganan perkara," katanya.

Baca juga: Kejati Aceh cekal dua tersangka korupsi Badan Guru Penggerak

Selain itu, kata dia, penahanan karena adanya kekhawatiran para tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi perbuatannya karena keduanya berstatus pegawai negeri sipil.

"Kedua tersangka ditahan untuk masa 20 hari ke depan sejak Senin (23/6). Penahanan tersangka dapat diperpanjang selama 40 hari ke depan. Penyidik segera melengkapi berkas perkara guna pelimpahan ke penuntutan," katanya.

Muhammad Ali Akbar mengatakan Balai Guru Penggerak Provinsi Aceh menerima alokasi APBN pada 2022 sebesar Rp19,23 miliar dan pada 2023 mencapai Rp57,17 miliar. Jadi, total alokasi dana yang diterima mencapai Rp76,4 miliar.

Anggaran tersebut digunakan untuk perjalanan dinas pegawai dalam rangka memantau program guru penggerak yang tersebar di 23 kabupaten kota di Provinsi Aceh. Kemudian, untuk peningkatan kapasitas sumber daya guru dengan kegiatan di hotel-hotel. 

Berdasarkan laporan, realisasi anggaran pada 2022 sebesar Rp18,4 miliar dan pada 2023 sebesar Rp56,75 miliar. Namun, berdasarkan laporan pertanggungjawaban keuangan BGP Provinsi Aceh 2022 dan 2023, ditemukan sejumlah penyimpangan.

Temuan penyimpangan di antara kegiatan pertemuan di hotel-hotel diduga terjadi penggelembungan dan adanya penerimaan uang oleh pejabat pembuat komitmen dan kuasa pengguna anggaran.

"Berikut, ada temuan pembayaran perjalanan dan penginapan dinas fiktif serta penggelembungan harga. Perbuatan tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp4,17 miliar," katanya.

Muhammad Ali Akbar mengatakan penyidik juga menyita uang dari kedua tersangka sebesar Rp1,8 miliar lebih. Selanjutnya, uang tersebut dititipkan di rekening penampungan Kejati Aceh yang nantinya digunakan sebagai barang bukti pada persidangan.

Penyidik, kata dia, menetapkan kedua tersangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Serta melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Penyidik masih terus bekerja merampungkan berkas perkara dugaan tindak pidana korupsi pada BGP Aceh. Dan tidak tertutup kemungkinan ada tersangka baru dalam kasus ini," kata Muhammad Ali Akbar.

Baca juga: Kejati Aceh periksa 200 saksi kasus korupsi BGP



Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025