Banda Aceh (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menyatakan dua tersangka tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan Balai Guru Penggerak (BGP) Provinsi Aceh dengan nilai Rp76,4 miliar dicekal keluar negeri.
"Kedua sudah dicekal keluar negeri. Permohonan pencekalan sudah disampaikan kepada pihak imigrasi," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Ali Rasab Lubis di Banda Aceh, Jumat.
Menurut dia, pencekalan dilakukan karena kedua tersangka sampai saat ini belum ditahan. Apalagi penanganan kasus masih dalam tahap pemberkasan sebelum dinyatakan lengkap atau tahap dua.
Baca juga: Kejati Aceh tetapkan dua tersangka korupsi Balai Guru Penggerak
"Tujuan pencekalan mencegah tersangka melarikan diri atau hal lainnya yang dapat menghambat proses penyidikan. Penyidik masih bekerja untuk melengkapi berkas perkara guna pelimpahan tahap dua atau penuntutan," kata Ali Rasab Lubis.
Sebelumnya, penyidik menetapkan dua nama sebagai tersangka tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan Balai Guru Penggerak (BGP) Provinsi Aceh dengan nilai Rp76,4 miliar.
Kedua tersangka yakni berinisial TW, pegawai negeri sipil, yang menjabat Kepala Balai Guru Penggerak Provinsi Aceh periode 2022 hingga Agustus 2024. Serta M, pegawai negeri sipil yang menjabat Pejabat Pembuat Komitmen pada Balai Guru Penggerak Provinsi Aceh.
Ali Rasab menyebutkan keduanya disangka dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Serta disangkakan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Penetapan tersangka tersebut dilakukan berdasarkan pada minimal dua alat bukti sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi dan Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP," katanya.
Ali Rasab Lubis menjelaskan Balai Guru Penggerak Provinsi Aceh menerima alokasi APBN pada 2022 sebesar Rp19,23 miliar dan pada 2023 mencapai Rp57,17 miliar. Jadi, total alokasi dana yang diterima mencapai Rp76,4 miliar.
Anggaran tersebut digunakan untuk perjalanan dinas pegawai dalam rangka memantau program guru penggerak yang tersebar di 23 kabupaten kota di Provinsi Aceh. Kemudian, untuk peningkatan kapasitas sumber daya guru dengan kegiatan di hotel-hotel.
"Berdasarkan laporan, realisasi anggaran pada 2022 sebesar Rp18,4 miliar dan pada 2023 sebesar Rp56,75 miliar. Namun, berdasarkan laporan pertanggungjawaban keuangan BGP Provinsi Aceh 2022 dan 2023, ditemukan sejumlah penyimpangan," kata Ali Rasab Lubis.
Temuan penyimpangan di antara kegiatan pertemuan di hotel-hotel diduga terjadi penggelembungan dan adanya penerimaan uang oleh pejabat pembuat komitmen dan kuasa pengguna anggaran, kata Ali Rasab Lubis.
Berikut, ada temuan pembayaran perjalanan dan penginapan dinas fiktif serta penggelembungan harga. Perbuatan tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp4,17 miliar, kata Ali Rasab Lubis.
"Penyidik terus bekerja memeriksa saksi-saksi serta mencari alat bukti lainnya dalam perkara tersebut. Dan tidak tertutup kemungkinan ada tersangka lainnya apabila ditemukan bukti-bukti baru," kata Ali Rasab Lubis.
Baca juga: Kejati Aceh telusuri aliran dana dugaan korupsi Balai Guru Penggerak
Pewarta: M.Haris Setiady AgusEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025