Banda Aceh (ANTARA) - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan angka partisipasi perguruan tinggi di Aceh telah mencapai 42 persen atau setara dengan target nasional.
"Program studi ke depan harus selaras dengan sektor prioritas, seperti industri halal, pertanian cerdas, dan pariwisata,” kata Direktur Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Bappenas, Endang Sulastri di Darussalam, Banda Aceh, Rabu.
Di sela-sela kegiatan Studium General di Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, ia menjelaskan Aceh telah mencapai target, namun masih ada 19 provinsi angkanya di bawah rata-rata nasional.
Menurut dia pada 2024, Indonesia baru mampu menghasilkan lulusan perguruan tinggi sekitar 10 persen dari total populasi usia produktif.
“Peningkatan partisipasi belum sejalan dengan kualitas lulusan," katanya.
Karena itu perguruan tinggi harus melahirkan lulusan yang kompetitif dan sesuai kebutuhan industri.
Ia mengatakan UIN Ar-Raniry memiliki potensi riset unggul di bidang sosial humaniora, mulai dari studi karakter, pendidikan, komunikasi, hingga keuangan Islam.
“UIN Ar-Raniry perlu memperkuat branding riset agar bisa mendapat pengakuan global,” katanya.
Baca: USK tambah enam guru besar
Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Bappenas, Amich Alhumami, menambahkan bahwa perguruan tinggi Islam harus mampu menjawab tantangan globalisasi, modernisasi, dan dinamika budaya tanpa kehilangan jati diri.
“Perguruan tinggi Islam harus modern, melahirkan lulusan berdaya saing, serta menguasai sains dan teknologi dengan tetap menjunjung nilai-nilai Islam,” katanya.
Amich juga menyoroti rendahnya investasi riset di negara-negara mayoritas muslim. Di mana rata-rata investasi riset di negara Islam hanya 0,42 persen dari PDB, sementara Amerika Serikat 3,46 persen atau Israel yang mencapai 5,56 persen.
Jumlah peneliti di negara-negara Islam pun rendah, sekitar 556 peneliti per satu juta penduduk. Korea Selatan mencapai 9.082 peneliti per satu juta penduduk.
Amich menilai, dengan kekayaan biodiversitas dan keragaman sosial, Indonesia memiliki peluang besar menjadi pusat riset dunia. Namun, langkah itu memerlukan investasi serius.
“Saat ini Indonesia baru memiliki 1.600 peneliti per satu juta penduduk. Singapura punya 4.000, sedangkan Korea Selatan 8.000,” ujarnya.
Ia menegaskan, jika Indonesia tidak bertransformasi, posisi sebagai negara muslim terbesar bisa tersalip oleh Pakistan atau India.
“Kunci kemajuan bangsa ada pada penguasaan iptek. Supremasi teknologi menentukan daya saing global,” kata Amich.
Baca: Kemenkum Aceh gandeng perguruan tinggi swasta perkuat pembinaan hukum
Pewarta: M IfdhalEditor : M.Haris Setiady Agus
COPYRIGHT © ANTARA 2025