Banda Aceh (ANTARA) - Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Mujiburrahman menyatakan keberhasilan pemerintah Indonesia memperoleh izin membangun Kampung Haji di Kota Mekkah merupakan cermin diplomasi bermartabat.

"Capaian tersebut bukan hanya simbol keberhasilan diplomasi, tetapi juga cerminan kepemimpinan visioner yang berpihak pada kepentingan umat " kata Mujiburrahman di Banda Aceh, Selasa.

Ia menjelaskan langkah tersebut bukan sekadar prestasi diplomasi, tapi juga simbol bahwa Indonesia dihormati di kancah dunia Islam. 

"Pemerintah menunjukkan kepemimpinan yang tulus, bekerja dengan niat baik untuk kemaslahatan jamaah,” kata Mujiburrahman.

Menurut Mujiburrahman, inisiatif tersebut tidak hanya menjawab kebutuhan logistik, tetapi juga mempertegas kemandirian Indonesia dalam pengelolaan pelayanan ibadah. 

"Ini bukti nyata bahwa kita bisa berdiri sejajar dengan negara lain, bahkan menjadi pelopor dalam sistem pelayanan jamaah di Tanah Suci. Kita patut berbangga dan berterima kasih kepada Bapak Presiden Prabowo yang dengan lobinya yang maksimal dan intervensi kebijakan telah berhasil mendapat izin untuk membangun Kampung Haji di Makkah al-Mukarramah,” kata Rektor.

Rektor UIN Ar-Raniry menambahkan, gagasan Kampung Haji Indonesia memiliki makna yang sejalan dengan sejarah panjang hubungan Aceh dan Mekkah, terutama melalui warisan wakaf produktif Habib Bugak Al Asyi.

Baca: Rektor: Ada tiga modal perlu disiapkan hadapi dunia kerja

“Bagi masyarakat Aceh, berkhidmat di Tanah Suci bukan hal baru. Sejak abad ke-13 Hijriah, sudah ada putra Aceh, Habib Bugak Al Asyi, yang mewakafkan hartanya untuk membantu jamaah dan pelajar asal Aceh di Mekkah. Semangat seperti inilah yang kini dilanjutkan dalam skala nasional lewat Kampung Haji Indonesia,” katanya.

Dikenal sebagai salah satu tradisi filantropi tertua di dunia Islam, Wakaf Habib Bugak telah berabad-abad memberikan manfaat bagi jamaah Aceh yang menunaikan haji dan menuntut ilmu di Tanah Suci.

Habib Bugak, seorang saudagar Aceh yang menetap di Mekkah pada 1222 Hijriah, membeli sebidang tanah di kawasan Qusyasyiah kini berada di sekitar Bab Al Fath, antara Marwah dan Masjidil Haram untuk dijadikan wakaf produktif.

Hasil pengelolaan wakaf itu setiap tahun disalurkan kepada jamaah haji asal Aceh, termasuk dalam bentuk tambahan dana sebesar 1.200 riyal Saudi (sekitar Rp4,5 juta) bagi setiap jamaah yang berangkat dari Aceh.

Wakaf tersebut kini mengelola sejumlah properti strategis, di antaranya Hotel Elaf Masyair dan Ramada Hotel di kawasan Ajyad Mushafi yang hanya berjarak sekitar 250–300 meter dari Masjidil Haram. Selain itu, terdapat Hotel Wakaf Habib Bugak Al Asyi di Aziziah yang dapat menampung 750 jamaah haji, serta lahan dan kantor wakaf di kawasan Aziziah dan Syaikiyah.

“Ini contoh konkret bagaimana nilai keagamaan, kedermawanan, dan kemandirian ekonomi bisa berjalan seiring. Wakaf Habib Bugak membuktikan bahwa investasi spiritual umat bisa melahirkan manfaat lintas generasi,” kata Mujiburrahman.

Mujiburrahman mengajak kolaborasi lintas sektor demi terwujudnya Kampung Haji Indonesia yang ditargetkan rampung pada 2028. 

“Kalau kita bersatu, bersinergi, dan bekerja dengan hati, maka setiap langkah bangsa ini akan bermakna, bukan hanya bagi Indonesia, tapi juga bagi dunia Islam,” katanya.

Baca: Rektor: Waqaf pendidikan Islam jadi Kado 80 Tahun RI



Pewarta: M Ifdhal
Editor : M.Haris Setiady Agus
COPYRIGHT © ANTARA 2025