Banda Aceh (ANTARA) - Minggu, 26 Desember 2004, pukul 07:58 WIB, Aceh diguncang gempa bumi bermagnitudo 9,1–9,3. Gempa itu menyebabkan tsunami dahsyat, dengan ketinggian air hingga mencapai 30 meter.

Peristiwa besar itu membuat 227.898 jiwa meninggal dunia. Musibah ini menghancurkan begitu banyak infrastruktur serta jatuhnya perekonomian Aceh.

Pertumbuhan ekonomi Aceh 2004 atau pasca-bencana dahsyat gempa bumi dan tsunami serta konflik bersenjata, berada pada angka -9,63 persen. Bahkan, pada 2005 kembali jatuh di -10,12 persen. Hal ini, karena Aceh sedang dalam pemulihan, dan masih dilanda konflik.

Pascabencana tsunami atau pada pertengahan 2005, rencana gencatan senjata dan perdamaian mulai terdengar di telinga masyarakat Aceh.


Baca juga: Sofyan A Jalil: Perdamaian beri keuntungan sektor ekonomi
 

Lembaga Crisis Management Initiative (CMI) yang berpusat di Finlandia di bawah kepemimpinan Martti Ahtisaari (mantan Presiden Finlandia) melakukan mediasi rencana perdamaian Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Berkat pendekatan yang baik dari Martti Ahtisaari, negosiator asal Finlandia Juha Christensen dan Pemerintah Indonesia dengan petinggi GAM membuahkan hasil, dan kesepakatan damai disetujui.

Proses perdamaian akhirnya terjadi pada 15 Agustus 2005 di Kota Helsinki Finlandia, melalui sebuah nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) Helsinki.

Terdapat 71 butir pasal dalam kesepakatan itu, di antaranya, Aceh diberi wewenang melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik. Hasil dari perdamaian itu kemudian dijabarkan melalui UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA).

Arsip - Perwakilan Pemerintah Indonesia, Hamid Awaluddin dan Perwakilan GAM Malik Mahmud berjabat tangan setelah menandatangani Perjanjian Helsinki yang dimediasi mantan Presiden Finlandia, Martti Ahtisaari, di Helsinki (5 Agustus 2005). (ANTARA/HO/Wikipedia)

Baca juga: Pemkab Nagan Raya ajak masyarakat rawat perdamaian


UU khusus ini kemudian memberikan harapan akan kebangkitan ekonomi lebih baik, menghilangkan kemiskinan, serta mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat Aceh. Melalui alokasi dana otonomi khusus (otsus) 2008-2022 sebesar dua persen dan 2023-2027 satu persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional.

Dana otonomi khusus Aceh, menjadi salah satu instrumen yang begitu penting bagi daerah ujung paling barat Indonesia itu untuk membangkitkan ekonomi pascamusibah tsunami dan konflik berkepanjangan.

Sejak 2008 hingga 2025, Aceh lebih kurang sudah menerima Rp116,63 triliun, tetapi besarnya bantuan anggaran ini masih harus melewati jalan panjang untuk menghadirkan kesejahteraan masyarakat Aceh.

Berdasarkan data BPS Aceh, angka pertumbuhan ekonomi Aceh hingga hingga 2025 berada di bawah angka rata-rata nasional. 

Dalam tiga tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Aceh menujukkan pertumbuhan, di antaranya, 2023 sebesar 4,23 persen, 2024 naik menjadi 4,66 persen, dan sampai triwulan II tahun ini 4,82 persen.

Pertumbuhan triwulan II tersebut diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai Rp63,84 triliun atas dasar harga berlaku (ADHB) dan Rp39,54 triliun atas dasar harga konstan (ADHK).

Sektor pertanian menjadi penyumbang terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh triwulan kedua, dengan andil 31,52 persen terhadap total PDRB. Kemudian disusul perdagangan 15,11 persen dan administrasi pemerintahan 9,18 persen.

Di sisi lain, BPS mencatat masyarakat miskin Aceh hingga Maret 2025 sebanyak 704,69 ribu orang dari total penduduk lima juta jiwa lebih. Angka itu berkurang 14.264 dari September 2024. 

Meskipun demikian, Aceh sudah mampu bangkit atau lebih baik dari 20 tahun lalu, sejak awal-awal perdamaian.


Baca juga: UIN Ar Raniry beri penghargaan perdamaian untuk Jusuf Kalla
 

Membangun ekonomi

Dua dekade pasca-perdamaian, ekonomi mulai Aceh menunjukkan perkembangan bagus berkat dukungan kinerja sektor-sektor ekonomi, seperti pertanian, perikanan dan kehutanan, sektor pertambangan, sektor perdagangan, dan sejumlah sektor lainnya.

Pakar ekonomi dari Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Dr Muhammad Nasir mengatakan berdasarkan laporan Bank Indonesia 2025, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Aceh masih berada pada urutan ketiga tertinggi, sedangkan kemiskinan masih berada pada peringkat pertama di Sumatera.

Karena Aceh memiliki sumber tetap dana otsus, harapannya, ini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengurangan pengangguran dan kemiskinan.

Karena itu, dalam upaya membangun ekonomi Aceh, terdapat beberapa strategi yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Aceh.

Pertama, transformasi ekonomi dari ekstraktif ke produktif. Artinya, perlu upaya transformasi struktural dari ketergantungan pada sumber daya alam atau dominasi sektor primer menuju diversifikasi ekonomi dan peningkatan nilai tambah.

Misalnya, sektor pertanian bisa terus dikembangkan dengan mengupayakan nilai tambah hasil pertanian di daerah, sehingga membantu meningkatkan PDRB Aceh yang hingga triwulan II 2025 ini sudah mencapai Rp63,54 triliun.

Kedua, penguatan infrastruktur dan konektivitas antarwilayah di Aceh. Beberapa infrastruktur yang sudah ada, seperti pelabuhan, bandara, jalan, dan lainnya, perlu dioptimalkan dalam rangka distribusi barang, baik dalam daerah, antardaerah, maupun untuk tujuan ekspor.

Pelabuhan ekspor perlu diperkuat dan ditingkatkan kapasitasnya, terutama untuk mendukung perdagangan dalam maupun luar negeri.

Konektivitas antarwilayah di Aceh perlu diperluas, terutama untuk daerah-daerah yang memiliki surplus produksi, baik pertanian, perikanan, maupun produksi lainnya.

Selanjutnya, Aceh perlu peningkatan investasi swasta, baik penanaman modal dalam negeri maupun asing untuk memperkuat sektor riil dan peran swasta.

selama ini, peran sektor pemerintahan melalui belanja pemerintah tergolong signifikan dalam mendukung aktivitas ekonomi daerah.

Meskipun demikian, di masa mendatang, agar kemandirian ekonomi daerah terwujud, peran investasi sangat penting, terutama dalam mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan.

Peningkatan investasi di daerah juga bisa meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai salah satu sumber penerimaan berkelanjutan di Aceh.

Untuk menarik banyak investasi, Pemerintah Aceh perlu meningkatkan promosi potensi daerah dan menjalin kerja sama yang luas, baik dengan pengusaha domestik maupun luar negeri.

Di sisi lain, pengembangan kualitas sumber daya manusia juga harus dijadikan program prioritas dalam pembangunan Aceh. Karena, SDM menjadi faktor penting bagi pertumbuhan ekonomi Aceh dalam jangka panjang.

Dukungan beasiswa, baik untuk pendidikan menengah, vokasi, maupun pendidikan tinggi perlu diberikan dalam rangka penguatan sumber daya manusia.


Terbuka untuk investasi

Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem menyatakan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi agar dapat menekan angka pengangguran dan mengentaskan kemiskinan serta menghadirkan kesejahteraan rakyat, maka pemerintah daerah membuka lebih lebar untuk investasi.

Pemerintah Aceh membuka kesempatan bagi siapa saja yang ingin menanamkan modalnya di Aceh dari semua, sektor baik pertanian maupun lainnya. Hanya saja, Pemerintah Aceh menekankan bahwa investasi itu harus sesuai peraturan dan perundang-undangan berlaku.

Pemerintah Aceh juga tidak akan mempersulit dan mempermudah prosesnya jika memang ada investasi yang dapat membantu peningkatan ekonomi Aceh.

Pada prinsipnya, Pemerintah Aceh terus berupaya menekan angka pengangguran dan mengentaskan kemiskinan sesuai dengan visi-misinya, yaitu membuka lapangan kerja untuk anak-anak Aceh.

"Saat ini, beberapa industri sudah dibangun, yang bermakna kedepan kita harap lebih banyak lagi investor ke Aceh untuk membangun industri, agar anak-anak Aceh bisa bekerja," ujarnya.

Terbaru, Aceh baru meresmikan pabrik karet remah di Meulaboh Aceh Barat, industri ini dapat menampung hingga 600 orang pekerja.

Disisi lain, Pemerintah Aceh juga telah menyetujui dan menekan MoU rencana pembangunan refinery crude palm oil (CPO) atau pabrik minyak goreng oleh PT Flora Agung Group dengan perkiraan nilai investasi sebesar Rp1,5 triliun secara bertahap.


Baca juga: Mualem minta dana abadi eks kombatan GAM Rp1,5 triliun ke Presiden Prabowo

Selain itu, dalam rangka peningkatan ekonomi Aceh, dirinya juga berharap adanya dukungan semua pihak untuk percepatan implementasi butir-butir MoU Helsinki.

Salah satunya untuk menghidupkan ekonomi dan memberikan kesejahteraan para eks kombatan GAM, tahanan dan narapidana politik (tapol/napol) serta korban konflik Aceh.

Melalui, upaya realisasi janji pemerintah pusat untuk memberikan lahan pertanian/perkebunan seluas dua hektare untuk masing-masing mantan kombatan, tapol/napol dan korban konflik Aceh.

"Pertanian salah satu untuk kesejahteraan masyarakat dan mantan kombatan. Janji pusat dulu dua hektare per orang. Ini satu beban dan pekerjaan rumah bagi kita," tegas Mualem.

Disisi lain, Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah juga berharap kepada investor untuk tidak ragu menanamkan modal usahanya di Aceh, karena pemerintah memberikan kemudahan perizinannya.

"Saya mengajak para investor tidak ragu menanamkan modalnya di Aceh dan bersama-sama membangun daerah ini menuju masa depan yang lebih sejahtera," kata Fadhlullah.

Pemerintah Aceh komit menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Ia menuturkan, Aceh, dengan kekayaan sumber daya alam melimpah dan letak geografis yang strategis, memiliki potensi besar dalam berbagai sektor, seperti energi, minyak dan gas, pertanian, perikanan, pariwisata, serta industri manufaktur dan infrastruktur.

"Pemerintah Aceh terus berkomitmen memberikan kemudahan perizinan, insentif bagi investor, serta meningkatkan kualitas infrastruktur yang mendukung kelancaran bisnis dan investasi," ujarnya.

Pemerintah Aceh juga berusaha menjaga stabilitas keamanan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar Aceh semakin kompetitif di tingkat nasional maupun global.

Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh, tingkat Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan pertama 2025 ini di Aceh sudah mencapai Rp1,3 triliun.

Sedangkan tingkat Penanaman Modal Asing (PMA) mencapai 10,3 juta dolar Amerika Serikat (AS). Paling besar disumbang sektor pertambangan dengan capaian sebesar 3,6 juta dolar AS. Kemudian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, transportasi, gudang dan telekomunikasi.

Damai demi kesejahteraan

Wakil Presiden RI ke 10 dan 12, sekaligus pelaku perdamaian Aceh M Jusuf Kalla (JK) mengingatkan, damai Aceh yang sudah berjalan dua dekade ini harus diisi dengan pemberian kesejahteraan bagi rakyat Aceh. Apalagi, konflik Aceh dulunya juga karena memperjuangkan perekonomian daerah.

Bagi dia, banyak orang mengira konflik di Aceh, dulunya karena agama, padahal sebenarnya karena masalah ekonomi.

Aceh kaya dengan hasil bumi, terutama minyak dan gas, tetapi menurut UU, daerah penghasil hanya mendapatkan 15 persen, selebihnya ke pemerintah pusat.

"Aceh sangat kaya, tapi masyarakat tidak menikmati kekayaan itu secara benar, maka terjadilah konflik selama 30 tahun," ujarnya.

Pascaperdamaian atau MoU Helsinki, 20 tahun lalu yang kemudian dituangkan dalam UUPA, dan kini Aceh mendapatkan pembagian sesuai perundingan, yaitu menerima 70 persen dari hasil migasnya.

Tujuan akhir dari perdamaian ini adalah kesejahteraan masyarakat, kemajuan daerah. Sebab itu, kedepannya harus terus bergerak, sehingga daerah itu menjadi wilayah yang makmur dan sejahtera.

Mulai saat ini, harus melihat ke depan untuk menuju daerah yang kaya dan makmur. Artinya, Aceh, dengan dana otsusnya dapat melakukan lebih banyak pembangunan untuk kesejahteraan rakyat.

"Karena, apabila hasil perdamaian ini tidak dimanfaatkan untuk kemajuan, maka kesejahteraan rakyat, dan hasil tujuan dari perdamaian itu sendiri tentu sulit didapatkan," ujarnya.


Baca juga: JK: Muzakir Manaf sudah menjadi panglima pembangunan untuk Aceh

Hal itu, perlu diingatkan kembali bahwa semangat Aceh, saat ini bukan hanya mengenang sejarah perdamaian, melainkan harus menikmati masa depan.

Langkah berikutnya, adalah berbicara tentang upaya memajukan pembangunan Aceh, bagaimana mengisi perdamaian itu, dengan memberikan manfaat kepada masyarakat.

Karena itu, bagaimana mengelola pertanian, perkebunan, perikanan, industri, perdagangan yang lebih baik, dan semangat kerja yang lebih tinggi.

Semangat sekarang adalah untuk pembangunan dan menumbuhkan ekonomi rakyat. Dan, terus bergerak mengisi perdamaian yang telah berjalan dua dekade ini, dengan cita-cita meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh.

 

 

 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dua dekade damai, Aceh menuju sejahtera

Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025