Banda Aceh (ANTARA) - Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh mencatat kegiatan pertambangan di Aceh menyumbang royalti sekitar Rp2 triliun sejak 2020 hingga pertengahan 2025 ini, dana tersebut disetorkan ke kas negara.
"Iya, sekitar Rp2 triliun dalam lima tahun terakhir. Royalti tersebut disetorkan ke kas negara, dan setelah itu baru dibagikan untuk daerah," kata Kepala ESDM Aceh, Taufik, di Banda Aceh, Jumat.
Dirinya menyebutkan, pendapatan negara dari royalti tambang tersebut mulai meningkat dalam tiga tahun terakhir, sejak 2022 hingga 2024 mencapai Rp500 miliar setiap tahunnya.
Ia menuturkan, untuk royalti tertinggi itu berasal dari kegiatan pertambangan batubara yakni PT Mifa Bersaudara, Aceh Barat dengan angka rata-rata Rp400 miliar per tahun, kemudian perusahaan bijih besi di wilayah Aceh Barat Daya.
"Tertinggi saat ini dari batubara oleh PT Mifa rata-rata per tahun Rp400 miliar lebih, bijih besi hampir Rp200 miliar," ujarnya.
Menurutnya, dana royalti hasil tambang tersebut tidak langsung masuk ke kas daerah, melainkan diterima oleh kas negara terlebih dahulu.
Setelah itu, sebanyak 80 persen dikembalikan ke daerah, dan dibagi sesuai ketentuan yaitu 32 persen untuk kabupaten/kota penghasil.
Kemudian, tambahan delapan persen jika daerah juga memiliki fasilitas pengolahan, 16 persen untuk pemerintah provinsi dan 20 persen tetap menjadi bagian pemerintah pusat.
Baca: ESDM Aceh data sumur minyak rakyat untuk dilegalkan
“Kalau daerah penghasil juga punya pabrik pengolahan, total bisa menerima sampai 40 persen,” katanya.
Dirinya menuturkan, Aceh memiliki potensi tambang yang beragam, dari tambang batu bara, logam, hingga galian C.
Dari data Dinas ESDM Aceh, hingga 2025 tercatat 18 Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara, 33 IUP mineral logam, 15 IUP non-logam dan 3 izin tambang batuan skala kecil.
Lalu, tambang logam terbanyak ditemukan di wilayah pantai barat Aceh, sementara Aceh Barat tercatat sebagai penyumbang terbesar dari tambang batubara.
Dirinya mengakui bahwa salah satu tantangan dalam pengelolaan pertambangan di Aceh adalah lambatnya peralihan dari tahap eksplorasi ke produksi.
Taufik menegaskan, bila kegiatan pertambangan dijalankan dengan prosedur dan regulasi yang benar, dampaknya akan besar terhadap penyerapan tenaga kerja lokal, peningkatan pendapatan masyarakat sekitar dan kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dalam kesempatan ini, dirinya juga meminta kepada perusahaan di Aceh untuk terus melakukan kegiatan pertambangan yang baik, dan wajib menjaga lingkungan dari kerusakan.
"Penambangan harus dilakukan dengan baik, sehingga bisa meningkatkan produksi dan pendapatan daerah. Tetapi, wajib menjaga lingkungan," demikian Taufik.
Baca: Bea Cukai Aceh berikan pembebasan bea masuk kepada perusahaan migas
Pewarta: Rahmat FajriEditor : M.Haris Setiady Agus
COPYRIGHT © ANTARA 2025