Banda Aceh (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Negeri Bireuen, Provinsi Aceh, memvonis dua terdakwa tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan total hukuman 11 tahun penjara.
Vonis tersebut dibacakan majelis hakim diketuai Fuady Primaharsa serta didampingi M Muchsin Alfahrasi Nur dan Rahmi Warni, masing-masing sebagai hakim anggota dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bireuen di Bireuen, Kamis.
Kedua terdakwa yakni Rahmatillah dan Julie Safhonna. Kedua terdakwa hadir ke persidangan didampingi penasihat hukumnya.
Persidangan turut dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Firman Junaidi dan kawan-kawan dari Kejaksaan Negeri Bireuen.
Baca juga: Imigrasi Aceh bentuk desa binaan di Gayo Lues cegah TPPO
Dalam putusannya, majelis hakim menghukum terdakwa Rahmatillah dengan hukuman lima tahun enam bulan. Hukuman yang sama juga dijatuhkan kepada terdakwa Julie Safhonna, sehingga hukuman total dalam perkara tersebut selama 11 tahun penjara.
Selain pidana penjara, majelis hakim juga menghukum terdakwa Rahmatillah membayar denda Rp150 juta dengan subsidair tiga bulan penjara. Sedangkan terdakwa Julie Safhonna, majelis hakim menghukum membayar denda Rp120 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Majelis hakim juga menghukum terdakwa Rahmatillah membayar restitusi kepada saksi Muhammad Arif sebesar Rp23,4 juta. Dan terdakwa Julie Safhonna dihukum membayar restitusi kepada Muhammad Arif Rp11,7 juta.
Apabila kedua terdakwa tidak membayar, maka harga bendanya disita dan dilelang untuk membayar restitusi. Jika terdakwa Rahmatillah tidak bisa membayar, maka dipidana dua bulan penjara. Sedangkan untuk terdakwa Julie Safhonna, dipidana satu bulan penjara.
Majelis Hakim menyatakan kedua terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 4 jo Pasal 10 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Berdasarkan fakta di persidangan, saksi korban atas nama Muhammad Arif menerima informasi lowongan pekerjaan pada Oktober 2023. Informasi tersebut berasal dari kedua terdakwa
Kemudian, saksi korban mendapatkan penjelasan pekerjaan yang ditawarkan L tersebut adalah staf bagian penjualan di negara Laos. Gaji dari pekerjaan tersebut Rp12 juta per bulan.
Saksi korban tertarik dengan pekerjaan tersebut serta berangkat dam tiba di Laos pada 25 Oktober 2024. Saksi korban dijemput oleh orang yang mengaku dari perusahaan pemberi pekerjaan. Selanjutnya, korban dibawa ke sebuah apartemen di negara tersebut.
Kemudian, saksi korban dipekerjakan mengoperasikan komputer dan telepon genggam. Korban bekerja selama tiga bulan. Pada bulan pertama, korban digaji 500 yuan, bulan kedua 300 yuan, dan bulan ketiga 1.500 yuan
Saksi korban merasa dirugikan karena gaji yang diterima tidak sesuai dengan informasi awal. Saksi korban melarikan diri dari apartemen dan pergi ke kantor perwakilan Indonesia di Laos pada 25 Januari 2025.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum. Pada persidangan sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut kedua terdakwa masing-masing delapan tahun penjara dan denda Rp150 juta subsidair empat bulan kurungan.
Jaksa penuntut umum juga membebankan kepada kedua terdakwa masing-masing membayar restitusi kepada saksi korban Muhammad Arif Rp35,2 juta subsidair tiga bulan penjara.
Atas putusan tersebut, kedua terdakwa menyatakan menerimanya. Sedangkan, JPU menyatakan pikir-pikir. Majelis hakim memberikan waktu pikir-pikir selama tujuh hari.
Baca juga: Imigrasi Meulaboh bina desa di pulau terluar Aceh awasi orang asing
Pewarta: M.Haris Setiady AgusEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025