Banda Aceh (ANTARA) - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa perkara dugaan pelanggaran kode etik ketua dan anggota Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Kota Banda Aceh terkait penanganan kasus politik uang pada Pilkada Serentak 2024.
Pemeriksaan perkara tersebut berlangsung dalam sidang dengan majelis diketuai Muhammad Tio Aliansyah serta didampingi Iskandar A Gani dan Vendio Elaffdi di Kantor Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh di Banda Aceh, Kamis.
Pengadu dalam perkara tersebut yakni Yulindawati, warga Kota Banda Aceh. Sedangkan teradu yakni Ketua Panwaslih Kota Banda Aceh Indra Milwady serta Efendi, Hidayat, Idayani, dan Ummar, masing-masing sebagai anggota.
Baca juga: Panwaslih Aceh Barat tunggu arahan Bawaslu terkait putusan DKPP
Yulindawati dalam sidang tersebut mengatakan dirinya mengadukan Ketua dan Anggota Panwaslih Kota Banda Aceh pada Pilkada Serentak 2024 atas dugaan pelanggaran kode etik sebagai penyelenggara pemilu.
"Pengaduan ini berawal dari tangkap tangan praktik politik uang yang dilakukan orang mengaku dari tim pasangan calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota Banda Aceh nomor urut satu pada Pilkada Serentak 2024," katanya.
Ia mengatakan tangkap tangan orang yang membagi-bagikan uang untuk memilih pasangan calon nomor urut 01 tersebut dilakukan di sebuah warung kopi di Gampong Geucu Inem, Kecamatan Bandaraya, Kota Banda Aceh, pada 26 November 2024.
Selanjutnya, kata dia, praktik politik uang tersebut dilaporkan kepada Panwaslih Kota Banda Aceh. Akan tetapi, laporan tersebut tidak dilanjuti lembaga pengawas pemilihan umum tersebut sebagaimana aturan perundang-undangan berlaku.
"Pelaku tertangkap tangan saat melakukan politik uang, tetapi tidak ditindaklanjuti. Karena itu, kami memohon majelis menindaklanjuti dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu tersebut," kata Yulindawati.
Sementara itu, Hidayat, pihak teradu yang juga Anggota Panwaslih Kota Banda Aceh, mengatakan pihaknya tidak melanjutkan laporan politik uang tersebut karena ada tahapan yang terlewati.
"Tahapan yang terlewati tersebut yakni rapat pleno yang menetapkan perkara tersebut pelanggaran atau tidak. Karena tahapan ini tidak terlewati, maka prosesnya tidak bisa dilanjutkan," katanya.
Sidang juga menghadirkan dua saksi, yakni T Iskandar dan Rahmatullah. Kedua saksi mengaku melihat kertas absensi penerima uang dan tumpukan uang di warung kopi tersebut.
"Saya dapat informasi ada bagi-bagi uang dari pasangan calon. Saya juga sempat menanyakan kepada dua wanita terkait politik uang tersebut. Dua wanita itu mengiyakan ada bagi-bagi uang," kata T Iskandar.
Baca juga: DKPP periksa Ketua Panwaslih Aceh Barat terkait pemalsuan ijazah
Pewarta: M.Haris Setiady AgusEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025