Nagan Raya (ANTARA) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Apel Green Aceh meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Nagan Raya, agar melaporkan temuan kasus penambangan batu bara secara ilegal yang terjadi di daerah tersebut ke polisi.
“Jika benar dua perusahaan tambang batu bara tidak memiliki izin eksplorasi dan eksploitasi batu bara di Nagan Raya, maka aktivitas mereka merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hukum negara,” kata Direktur Apel Green Aceh, Rahmad Syukur dalam keterangan diterima ANTARA, Minggu.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Nagan Raya, Provinsi Aceh, menemukan adanya aktivitas penambangan batu bara secara ilegal di dua desa di daerah tersbeut oleh dua perusahaan tambang tanpa secara ilegal.
Baca juga: DPRK temukan aktivitas penambangan batu bara ilegal di Nagan Raya
Ada pun lokasi penambangan diduga kuat telah beroperasi secara ilegal tersebut yaitu berlokasi di Desa Krueng Mangkom, Kecamatan Seunagan, Kabupaten Nagan Raya.
Kemudian lokasi lainnya yang diduga dilakukan penambangan secara ilegal dan tidak memiliki izin yaitu di Desa Paya Udeung, Kecamatan Seunagan, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh.
Ketua Komisi II DPRK Nagan Raya, Zulkarnain mengatakan kedua perusahaan tambang batu bara tersebut selama ini tidak terdaftar secara resmi beroperasi di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, melainkan terdaftar beroperasi di Kabupaten Aceh Barat.
Rahmad Syukur mengatakan temuan adanya dugaan penambangan batu bara secara ilegal di Nagan Raya oleh DPRK setempat, bukan sekadar masalah administrasi.
“Temuan ini merupakan bentuk kejahatan lingkungan dan perampasan ruang hidup masyarakat,” kata Rahmad Syukur.
Pihaknya meminta DPRK Nagan Raya tidak hanya datang melihat, namun harus berani mengambil sikap dan segera melaporkan perusahaan-perusahaan ini ke aparat penegak hukum.
Rahmad mengatakan pembiaran terhadap aktivitas tambang ilegal hanya akan memperburuk tata kelola sumber daya alam di Aceh, serta mencederai semangat otonomi daerah yang seharusnya digunakan untuk melindungi kepentingan masyarakat, bukan korporasi.
Ia menyebutkan, jika dalam temuan DPRK Nagan Raya ditemukan unsur pelanggaran hukum, maka kedua perusahaan tambang batu bara yang selama ini beroperasi di Aceh Barat, harus diberi sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta peraturan lingkungan hidup lainnya.
Menurutnya, langkah ini penting untuk memastikan bahwa praktik pertambangan di Nagan Raya tidak berlangsung di luar kerangka hukum dan etika.
DPRK Nagan Raya sebagai representasi rakyat dituntut untuk menunjukkan keberpihakan yang jelas terhadap lingkungan dan kesejahteraan masyarakat, bukan tunduk pada kepentingan bisnis yang merugikan, kata Rahmad Syukur.
Baca juga: DPRK Aceh Barat bentuk pansus awasi pertambangan dan aset daerah
Pewarta: Teuku Dedi IskandarEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025