Banda Aceh (ANTARA) - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Provinsi Aceh menyatakan penerimaan kepabeanan dan cukai di provinsi ujung barat Indonesia pada 2024 mencapai Rp380,9 miliar.
Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Kantor Wilayah DJBC Provinsi Aceh Leni Rahmasari di Banda Aceh, Selasa mengatakan penerimaan tersebut melalui target sebesar 102,78 persen. Sedangkan target penerimaan pada 2024 sebesar Rp370,6 miliar.
"Penerimaan bea cukai tahun ini mencapai Rp380,9 miliar atau 102,78 persen dari target Rp370,6 miliar. Penerimaan negara ini menunjukkan tren positif ini bahwa perekonomian masyarakat Aceh semakin tumbuh," katanya.
Baca juga: Bea Cukai Aceh musnahkan 3,14 juta batang rokok ilegal
Penerimaan negara tersebut, kata Leni Rahmasari, diperoleh dari bea masuk mencapai Rp359,9 miliar atau terealisasi sebesar 102,12 miliar. Sedangkan cukai mencapai Rp11,6 miliar atau dengan realisasi 107,16 persen serta bea keluar Rp9,3 miliar atau terealisasi 128,32 persen.
Ia menyebutkan seluruh satuan kerja di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Provinsi Aceh berhasil mencapai target penerimaan negara pada 2024.
Penerimaan negara di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean (TMP) C Sabang Rp25 juta atau terealisasi 100 persen. penerimaan di KPPBC TMP C Banda Aceh sebesar @Rp22,27 miliar atau terealisasi 138,95 persen dari dengan target Rp16 miliar lebih.
Penerimaan di KPPBC TMP C Meulaboh sebesar Rp754,73 juta atau terealisasi 112,65 persen dari target Rp670 juta. Penerimaan di KPPBC TMP C Lhokseumawe Rp357,4 miliar atau terealisasi 101 persen dari target Rp357,4 miliar. Serta penerimaan di KPPBC TMP C Langsa Rp455,49 juta atau terealisasi 166,78 persen dari target Rp273,1 juta.
"Sementara, penerimaan perpajakan yang dikumpulkan dari kegiatan kepabeanan dan cukai di Kantor Wilayah DJBC Provinsi Aceh antara lain pajak dalam rangka impor (PDRI) sebesar Rp1,01 triliun," kata Leni Rahmasari menyebutkan.
Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Kantor Wilayah DJBC Provinsi Aceh itu menambahkan penerimaan bea masuk dan cukai terbanyak diperoleh dari importasi gas alam berupa produk propana atau butana. Kemudian, impor oleh Bulog dan Pupuk Iskandar Muda serta cukai hasil tembakau.
"Penerimaan bea masuk pada 2024 tumbuh positif 250,78 persen dibandingkan pada 2023. Begitu juga cukai, tumbuh positif 551,9 persen dibandingkan pada 2023," kata Leni Rahmasari.
Sedangkan bea keluar dari ekspor kopi, batu bara, cangkang sawit, kakao, minyak mentah sawit, dan lainnya. Penerimaan bea keluar ini belum tumbuh dengan baik, meski target penerimaan bea keluar terlampaui pada 2024.
"Data menunjukkan penurunan bea keluar, terutama dari minyak sawit mentah atau CPO dan turunannya disebabkan kondisi alam, di antaranya kondisi pelabuhan. Jika terjadi cuaca ekstrem, kapal tidak bisa merapat, sehingga ekspor CPO dialihkan ke pelabuhan lainnya," kata Leni Rahmasari.
Baca juga: Bea Cukai Aceh edukasi penguatan antikorupsi kepada santri
Pewarta: M.Haris Setiady AgusEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025