Banda Aceh (ANTARA) - Pagi itu jam menunjukkan jam 08.00 WIB. Seluruh penjuru Tanah Air bersiap-siap melaksanakan upacara peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, termasuk di Sentra Darussa'adah, Kecamatan Darul Imarah, kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Peserta upacara dengan menggunakan pakaian adat disiapkan oleh Muasir satuan keamanan Sentra Darussa'adah yang dipercayakan sebagai pemimpin upacara HUT ke-80 Kemerdekaan RI.
Derap langkah yang senada terdengar jelas. Tim yang berjumlah sembilan orang dikomandoi Fadil Royan kompak guna melaksanakan tugas mulia sebagai pasukan pengibar bendera merah putih upacara HUT ke-80 Kemerdekaan RI.
Baca juga: Rektor apresiasi komitmen Presiden tingkatkan SDM keluarga miskin
Semua mata tertumpu saat pasukan dengan peci hitam, baju putih dan bawahan hitam. Mereka adalah siswa dan siswi yang belajar di Sekolah Rakyat Menengah Atas I Aceh Besar, Sentra Darussa'adah, Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar.
Menjadi pasukan pengibar bendera pada HUT Kemerdekaan RI merupakan sebuah kesempatan yang luar biasa, karena harus melewati seleksi yang ketat baik untuk tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi dan nasional.
Termasuk juga bagi remaja pemilik nama lengkap Fadil Royan siswa SRMA 1 Aceh Besar yang dipercayakan sebagai pemimpin formasi pengibaran bendera merah putih.
Baginya, kepercayaan menjadi bagian formasi pasukan pengibar bendera adalah kesempatan pertama. Terutama saat perayaan hari kemerdekaan.

Baca juga: Sekolah Rakyat Aceh Besar hadirkan kegiatan tingkatkan kebersamaan
Jika pun anak dari pasangan Ifrad dan Fitriana bersekolah di tempat tinggalnya, tentu ia juga harus ikut berkompetisi secara ketat agar ikut terpilih untuk menjadi pengibar bendera.
Lulusan MTSN 4 Jeurela tersebut tak bisa meluapkan kebahagiaan. Ia merasa haru terpilih menjadi formasi Paskibra di Sentra Darussa'adah termasuk bisa sekolah yang seluruh biaya disiapkan pemerintah.
Mereka ditempa selama tiga hari untuk menjadi pelaksana tugas mulia di hari peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI.
"Alhamdulillah saya bangga dan sangat bersyukur bisa menjadi bagian dalam momen sejarah ini. Ini juga bagian dari rangkaian impian saya kelak," dengan nada sedikit datar dan terhenti sejenak.
Remaja yang duduk di kelas x-1 Sekolah Rakyat Menengah Atas I Aceh Besar, Sentra Darussa'adah, memiliki cita-cita menjadi seorang tentara. Bercita-cita tinggi bukan sebuah hal yang tak mungkin.
SRMA 1 Aceh Besar adalah langkah awal baginya untuk merajut mimpi. Terlahir dari keluarga kurang mampu bukan berarti harus mengubur impian.
Pandangannya mulai menoleh ke kiri dan kanan guna menghalau agar air mata tak keluar kala menceritakan ihwal kondisi keluarganya. Kedua orang tuanya telah berpisah dan saat ini ia tinggal bersama ibunya Fitriana.
"Saya juga pernah ditinggal sama ibu, karena beliau bekerja ke Jawa. Perpisahan saya dengan ibu karena ditinggal bekerja juga tidak menjadi beban saat tinggal di asrama," kata remaja kelahiran 9 Desember 2008 silam.
Bersekolah di SRMA, membuat dirinya tak membebani ibunya, karena untuk sekolah di sana, ibunya tak perlu memikirkan biaya peralatan sekolah dan makan sekalipun. Pemerintah menanggung semua biaya untuk siswa.
Baginya mengurangi beban orang tua terutama ibunya adalah sebuah keinginannya. Fasilitas yang didapat dari orang tua dengan pendapatan terbatas tentu tak seperti yang diberikan di SRMA.
Baca juga: Wabup: SR solusi wujudkan generasi emas 2045
Pemerintah melalui Sekolah Rakyat menyediakan berbagai fasilitas lengkap dan gratis untuk para siswanya seperti asrama, seragam, alat tulis, laptop, makan dan laboratorium komputer.
Selain itu, sekolah ini juga menawarkan fasilitas seperti ruang kelas, kantin, ruang olahraga, dan tempat ibadah, semuanya dirancang sesuai standar kelayakan pendidikan.
"Waktu SD dan MTSN kebutuhan sekolah sesuai dengan uang orang tua, jika tidak bisa beli baju maka saya pakai baju seragam abang yang ukurannya sudah pas di badan saya," kata remaja yang menetap di Gampong Dilip Bukti, Kecamatan Sukamakmur.
Dengan segala keterbatasan dari orang tuanya. Pesan dari ibunya terus terpatri dalam benak remaja yang juga sempat bekerja di warung nasi guna membantu memenuhi kebutuhan saat bersekolah.
"Saya bantu-bantu di warung nasi dan gaji yang diberikan saya gunakan untuk kebutuhan Sekolah dan jajan," katanya.
Ia kembali mengulang pesan ibunya, belajar yang sungguh-sungguh, karena ini adalah kesempatan yang sangat luar biasa Allah berikan untuk meraih mimpi.
"Saya bertekad untuk belajar dengan sungguh-sungguh dan tidak akan melewatkan kesempatan ini," katanya dengan penekanan akan keyakinannya mengubah garis tangan.
Waktu di SD hingga duduk di bangku MTSN, prestasi yang dicapai berada di atas sepuluh besar. Di SRMA remaja dengan badan tegap itu bertekad memperbaiki semua itu dan mewujud mimpi jadi seorang tentara.
Kesempatan spesial menjadi pelaksana pengibar bendera merah putih HUT ke-80 kemerdekaan RI juga dialami Cahaya Permata. Ia dinobatkan sebagai pembawa bendera merah putih.
"Senang, bangga karena bisa menjadi bagian untuk mengibarkan bendera merah putih pada HUT ke-80 kemerdekaan RI. Ini adalah yang pertama," katanya usai menuntaskan tugas.
Cahaya adalah anak dari pasangan Jackiram dan Darsina. Ayahnya bekerja sebagai buruh bangunan dan ibunya mengurus rumah tangga dan adiknya yang menderita hidrosefalus.
Hidrosefalus adalah penumpukan cairan di rongga otak sehingga meningkatkan tekanan pada otak. Pada bayi dan anak-anak hidrosefalus membuat ukuran kepala membesar.
Siswa kelas X-2 SRMA 1 Aceh Besar itu menuturkan saban hari ibunya mendampingi adik yang menderita hendrosefalus belajar di Sekolah Luar Biasa Labui.
"Ibu jaga adek dari pagi sampai waktu pulang sekolah. Ayah yang buruh bangunan adalah sumber utama yang menghidupi keluarga dengan enam bersaudara," katanya.
Sebelumnya Darsina ikut membantu meringankan beban suaminya membuat kue, namun seiring waktu ibunya terfokus pada adik bungsunya. Aroma bak pia tak lagi tercium dari rumahnya.
"Alhamdulillah, saya menjadi salah satu yang mendapat kesempatan belajar di sekolah rakyat. Tentu ini sangat membantu orang tua. Pendapatan orang tua tentu tak akan mampu menyekolahkan saya dengan berbagai fasilitas yang diberikan di SRMA," kata dara kelahiran 2010 silam menahan air mata agar tak membasahi pipinya.
Ia menuturkan Di SRMA dia dilengkapi dengan Laptop untuk mendukung proses pembelajaran. Fasilitas itu tentu berat jika dibebankan kepada orang tuanya yang harus menafkahi keluarga dan pengobatan adiknya.
Semangat untuk belajar sungguh-sungguh terlihat dari anak ketiga dari enam bersaudara itu. Ia betul-betul ingin mewujud cita-cita usai menuntaskan pendidikan tingkat SMA untuk menjadi seorang Polwan.
"Saya punya cita-cita jadi Polwan. Di sini tempat saya meraih mimpi. Pesan mamak belajar yang sungguh-sungguh agar bisa mengubah hidup dan keluarga," kata alumni MTSN 2 Ketapang, Aceh Besar.
Ia juga menuturkan saat duduk bersama teman lainnya, mereka kadang bercerita akan kondisi keluarga masing-masing. Ada 100 cerita berbeda dari anak-anak yang berasal dari keluarga miskin ekstrem belajar di SRMA.
Sekolah rakyat merupakan bagian dari program strategis Presiden Prabowo Subianto untuk menghadirkan pendidikan gratis dan berkualitas bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu di seluruh Indonesia.
Di Kabupaten Aceh Besar, pelaksanaan Sekolah Rakyat dilakukan di dua titik yaitu Sentra Darussa’adah, Sekolah Rakyat Menengah Atas I Kabupaten Aceh Besar berada di Kecamatan Darul Imarah dan di komplek SMA Unggul Ali Hasjmy, Indrapuri, Sekolah Rakyat Menengah Atas 2 Aceh Besar.
Baca juga: MPD: Sekolah Rakyat beri akses pendidikan bermutu bagi masyarakat
Komitmen
Dalam pidato kenegaraan Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD Tahun 2025 di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat pagi, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa Sekolah Rakyat menjadi program prioritas yang tidak hanya menjamin pemerataan akses pendidikan tetapi juga sebagai upaya untuk percepatan memutus rantai kemiskinan ekstrem hingga 0 persen.
Presiden dalam pidatonya itu menargetkan setiap tahunnya bakal ada 100 Sekolah Rakyat baru yang disediakan pemerintah hingga benar-benar menjangkau seluruh anak-anak yang kurang mampu di pelosok-pelosok negeri.
Tidak hanya Sekolah Rakyat, Kepala Negara juga memastikan pemerintah menyalurkan 288 ribu televisi berbasis internet/smart televisi ke sekolah-sekolah reguler di pelosok, agar anak-anak dapat belajar secara virtual dari guru-guru terbaik di Indonesia.
Fadil Royan dan Cahaya Permata adalah anak dari keluarga miskin ekstrem yang berkesempatan mengenyam pendidikan gratis berkualitas. Mereka dapat fokus belajar tanpa harus berpikir biaya pendidikan.
Semoga negara terus hadir untuk mereka yang tidak beruntung secara finansial. "Merdeka" belajar pendidikan gratis dan berkualitas keinginan anak kurang mampu guna meringankan orang tua dengan upah pas pasan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: "Merdeka" belajar tanpa bebani keluarga
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025