Banda Aceh (ANTARA) - Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyaksikan penandatanganan surat perjanjian perdamaian atas sengketa hak cipta antara Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (Selmi) dengan PT Mitra Bali Sukses (MBS), memegang lisensi merek Mie Gacoan.

Dalam keterangan tertulis diterima dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum Aceh di Banda Aceh, Jumat, Supratman menyatakan para kedua pihak telah sepakat berdamai dan PT MBS telah membayar kewajibannya kepada LMK Selmi.

Sebelumnya Direktur PT MBS dijadikan tersangka atas dugaan pelanggaran hak cipta setelah dilaporkan oleh LMK Selmi. Sengketa ini kemudian dimediasi oleh Kantor Wilayah Kemenkum Bali dengan tujuan mendapatkan kesepakatan damai.

Supratman menjelaskan momentum tersebut harus dilihat sebagai contoh baik dari kedua pihak untuk menghargai kekayaan intelektual, khususnya penghargaan kepada para pencipta musik.

"Momen perjanjian damai ini bukan hanya  soal jumlah royalti yang dibayarkan, tetapi lebih penting adalah kebesaran jiwa kedua belah pihak," katanya. 

Didampingi Direktur PT Mitra Bali Sukses I Gusti Ayu Sasih Ira Pramita serta perwakilan LMK Selmi Ramsudin Manulang, Supratman mengharapkan sengketa tersebut dapat menjadi contoh teladan bagi semua warga Indonesia untuk menghargai hak kekayaan intelektual.

Ia mengatakan Kementerian Hukum (Kemenkum) mendukung adanya transparansi terhadap pungutan royalti yang dilakukan oleh LMK maupun LMK Nasional (LMKN). 

Baca: Kemenkum Aceh raih penghargaan IKPA terbaik Semester I 2025 dari DJPb

Untuk itu, Kemenkum nantinya akan mengeluarkan Peraturan menteri Hukum yang baru untuk mengatur soal pemungutan royalti.

"Saya setuju koreksi terhadap transparansi, pungutan royalti, termasuk besaran tarifnya. Nanti akan kita bicarakan dan kita akan keluarkan permenkum yang baru yang mengatur itu," ungkapnya.

Supratman juga menegaskan kalau royalti bukanlah pajak. Pasalnya, tidak ada sepeser pun royalti yang masuk ke pemerintah, melainkan semuanya diberikan kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya.

"Negara tidak mendapatkan apa-apa secara langsung dari royalti. Semua pungutan royalti itu disalurkan kepada yang berhak. Dan yang menyalurkan bukan pemerintah, tetapi oleh LMK ataupun LMKN yang memungut," katanya. 

Jika dibandingkan dengan Malaysia, lanjut Supratman, jumlah royalti yang berhasil dikumpulkan di Indonesia masih terbilang rendah. Padahal, jumlah penduduk Indonesia lebih banyak dari Malaysia. 

Ia mengungkapkan LMK dan LMKN di Indonesia mengumpulkan royalti sebesar Rp270 miliar, sedangkan Malaysia bisa mengumpulkan Rp600 hingga Rp700 miliar setiap tahunnya.

"Di Indonesia, mulai dari platform internasional sampai kepada retail, kalau menurut laporan yang saya terima, baru mengumpulkan Rp270 miliar. Penduduk Indonesia 280 juta orang. Jadi sangat kecil," ujarnya.

Baca: Kemenkum sudah sahkan 80.068 koperasi merah putih, lampaui target



Pewarta: Redaksi
Editor : M.Haris Setiady Agus
COPYRIGHT © ANTARA 2025