Banda Aceh (ANTARA) - Jaksa fasilitator Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Provinsi Aceh, mendamaikan dua perkara penganiayaan berdasarkan keadilan restoratif agar kasus tersebut tidak diselesaikan pada persidangan di pengadilan.

Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Bireuen, Rabu, mengatakan perdamaian perkara penganiayaan tersebut disaksikan keluarga para pihak, baik tersangka maupun korban, serta aparat desa domisili para pihak.

"Dua perkara penganiayaan tersebut dengan dua tersangka, yakni berinisial DF dan J. Perdamaian ini sebagai upaya pengusulan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif," katanya.

Munawal Hadi menyebutkan perkara penganiayaan pertama dengan tersangka berinisial DF. Penganiayaan terjadi saat korban berjualan mi di sebuah warung kopi di Desa Ulee Glee, Kecamatan Makmur, Kabupaten Bireuen, pada 28 April 2025.

"DF memukul korban di bagian kepala, pundak, dan perut, yang menyebabkan korban mengalami kesakitan. Korban melaporkan penganiayaan tersebut ke Kantor Polsek Makmur, Polres Bireuen," kata Munawal Hadi.

Sedangkan perkara kedua, kata dia, dengan tersangka berinisial J. Penganiayaan terjadi di Desa Seunebok Aceh, Kecamatan Peulimbang, Kabupaten Bireuen, pada 29 April 2025.

Sebelumnya penganiayaan terjadi, antara J dan korban sempat terjadi perdebatan lisan. J berpikir korban menggertak dan hendak menyerang. J akhirnya bagian bawah telinga kiri korban hingga menyebabkannya jatuh ke tanah, kata Munawal Hadi.

"Perbuatan DF dan J sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 351 Ayat (1) KUHP dengan ancaman paling lama dua tahun delapan bulan penjara," kata Munawal Hadi menyebutkan.

Dalam proses perdamaian tersebut, kata dia, kedua pihak saling bermaafan yang disaksikan keluarga dan aparat desa. Keduanya juga berjanji tidak mengulangi perbuatannya.

Munawal Hadi menyebutkan perdamaian merupakan syarat penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif. Berdasarkan berita acara perdamaian, Kejari Bireuen meneruskannya ke Kejaksaan Tinggi Aceh guna mendapatkan persetujuan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum untuk penghentian perkara.

"Penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif tersebut sejalan dengan kearifan lokal masyarakat Aceh, di mana penyelesaian sebuah perkara dimusyawarahkan kedua pihak yang disaksikan tokoh masyarakat," kata Munawal Hadi.


Baca juga: Kejari Bireuen tahan tersangka asusila terhadap anak



Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025