Banda Aceh (ANTARA) - Kepala Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Aceh berharap keuchik (kepala desa) menjadi garda terdepan dalam mencegah warganya yang bekerja ke luar negeri menjadi korban perdagangan orang.

"Ketika ada warga yang berencana bekerja ke luar negeri, seharusnya kepala kampung menjadi pihak pertama yang mengetahui dan memastikan semua proses berjalan sesuai aturan. Pemerintah desa diwajibkan melakukan pemantauan keberangkatan dan kepulangan warganya yang menjadi pekerja migran," kata Kepala BP3MI Aceh Siti Rolijah, di Banda Aceh.

Dia menjelaskan bahwa hal itu sejalan dengan amanat UU Nomor 18 Tahun 2017 pasal 42, yang mengatur kewajiban pemerintah desa dalam mendata dan memantau pekerja migran. 

Baca juga: BP3MI ajak warga Aceh jadi pekerja migran lewat jalur resmi

Namun, dia menyayangkan, realita yang terjadi saat ini, keuchik kurang aktif dalam melakukan pemantauan, baru berperan ketika warganya yang telah berangkat menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). 

“Sering kali, kami menerima surat dari kampung ketika warganya meninggal di luar negeri dan mereka kesulitan biaya pemulangan jenazah. Padahal, peran pencegahan dan pendampingan itu harus dimulai dari kampung,” katanya.

Ia menyampaikan bahwa keuchik ataupun aparatur desa sebaiknya dapat mendampingi warganya yang hendak bekerja ke luar negeri dengan memberikan informasi dan edukasi terkait proses migrasi kerja secara legal dan aman.

Menurutnya, keuchik dapat bersinergi dengan Dinas Tenaga Kerja dan BP3MI Aceh untuk memastikan setiap calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) mendapatkan informasi yang benar, termasuk terkait dokumen dan pekerjaan yang dituju. 

“Keuchik diharapkan dapat bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja untuk memastikan warganya berangkat secara aman. Keuchik juga bisa langsung menghubungi kami BP3MI Aceh. Bahkan, jika tidak bisa hadir langsung, kita bisa lakukan edukasi lewat video call atau Zoom," katanya.

Baca juga: BP3MI Aceh sebut kasus TPPO terus meningkat tiap tahun



Pewarta: Nurul Hasanah/Zulfa Dillah
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025