Banda Aceh (ANTARA) - Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Aceh menyebut kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan warga Aceh mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir. 

Kepala BP3MI Aceh Siti Rolijah, di Banda Aceh, Kamis, mengungkapkan bahwa sejak Januari-Mei tercatat sudah ada 19 kasus pengaduan dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) Aceh dengan enam korban terindikasi TPPO. Ditambah satu kasus tambahan korban asal Banda Aceh bernama Safran (23) yang terungkap melalui media sosial.

“Sehingga tahun ini jumlahnya ada tujuh korban terindikasi TPPO, lima orang di antaranya sudah berhasil dipulangkan,” katanya. 

Baca juga: Kejari Bireuen limpahkan perkara perdagangan orang ke pengadilan
 

Rolijah menyampaikan bahwa berdasarkan data yang dimiliki, jumlah kasus tahun ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2023, dari 20 pengaduan yang diterima, terdapat tiga orang yang terindikasi sebagai korban TPPO. Sementara pada 2024, dari 29 pengaduan, jumlah korban terindikasi TPPO meningkat menjadi 9 orang.

"Mayoritas korban umurnya rata-rata sekitar 20-30 tahun. Usia-usia pencari kerja,” katanya. 

Dia menjelaskan bahwa korban TPPO ini umumnya tergiur oleh modus penipuan kerja ke luar negeri dengan tawaran pekerjaan yang disebarkan melalui media sosial dan jaringan pertemanan, termasuk dari sesama warga Aceh yang sudah berada di luar negeri.

“Modusnya paling umum adalah tawaran bekerja ke luar negeri, tetapi ketika sampai di sana, para korban justru dieksploitasi dan ditahan, bahkan tanpa dokumen resmi bekerja," katanya.

Menurut Rolijah, peningkatan kasus TPPO di Aceh terjadi karena banyak pencari kerja yang tergiur dengan pekerjaan dengan gaji besar yang minim persyaratan. 

Selain itu, dia berpendapat peningkatan laporan juga dipengaruhi oleh semakin aktifnya masyarakat dalam menggunakan kanal pengaduan, seperti media sosial dan call center 24 jam milik BP3MI Aceh.

“Kita terus gencar melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai prosedur migrasi yang legal dan aman. Ini yang mungkin turut mendorong warga untuk melapor, apalagi kita punya pusat pelayanan dan pengaduan di Aceh Tamiang  dan Aceh Singkil,” katanya.

Rolijah menambahkan bahwa untuk mencegah korban TPPO, pihaknya telah meningkatkan pengawasan di Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) bekerja sama dengan petugas keimigrasian.

“Tahun ini sudah sekitar 20 orang yang kami tunda keberangkatannya karena kita temukan dokumen keberangkatannya belum lengkap dan kami bantu lengkapi agar tidak nantinya menjadi korban TPPO,” katanya.

Dalam kesempatan ini, dia pun mengimbau masyarakat Aceh untuk tidak tergiur dengan tawaran kerja ke luar negeri tanpa melalui prosedur resmi dan memastikan bahwa dokumen serta persyaratan telah dipenuhi sebelum keberangkatan.

“Kami mengimbau kepada masyarakat Aceh agar tidak tergiur dengan pekerjaan yang gajinya besar tetapi minim persyaratan, pastikan bekerja melalui jalur resmi,” katanya.

Baca juga: Warga Banda Aceh disekap dan disiksa di Kamboja, Haji Uma surati Kemenlu



Pewarta: Nurul Hasanah/Zulfa Dillah
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025