Banda Aceh (ANTARA) - Akademisi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) Dr Mukhlis menyoroti penegakan hukum lingkungan hidup masih menggunakan undang-undang Konservasi lama ketimbang undang-undang yang terbaru.

"Undang-undang konservasi lama yakni UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya masih digunakan dalam penegakan hukum. Undang-undang tersebut sudah usang," kata Mukhkis di Banda Aceh, Jumat.

Pernyataan tersebut dikemukakan Mukhlis dalam seminar penegakan hukum terhadap satwa dilindungi. Seminar dilaksanakan Fakultas Hukum USK dengan Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HaKA).

Seminar tersebut menghadirkan narasumber Hakim Agung Ainal Mardhiah serta dihadiri kalangan akademisi dari Fakultas Hukum USK, unsur pengadilan, kepolisian, kejaksaan, dan lainnya.

Baca juga: BPBD Aceh Barat kerahkan personel WRU atasi gangguan gajah di Woyla Timur

Menurut Mukhlis, kini sudah ada perubahannya yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024. Seharusnya, undang-undang perubahan tersebut digunakan karena hukuman tindak pidana lingkungan hidup sudah disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Mukhlis menyebutkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sudah berusia 35 tahun. Dalam undang-undang tersebut banyak pasal yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman. 

Selain undang-undang, Muklis juga menyoroti tidak adanya standarisasi dalam penanganan kejahatan lingkungan hidup. Misalnya, kejahatan terhadap gajah berbeda dengan perburuan dan pembunuhan harimau.

"Penanganan kejahatan terhadap satwa dilindungi ini harus ada standarisasi, sehingga hakim tidak biar dalam memutuskan perkara tindak pidana lingkungan hidup dan hukuman dijatuhkan berkeadilan," katanya.

Sementara itu, Hakim Agung Ainal Mardhiah mengakui UU Nomor 5 Tahun 1990 masih digunakan dalam penanganan perkara tindak pidana lingkungan hidup. Padahal, undang-undang perubahannya sudah diundangkan.

"Kami masih menemui masih ada perkara tindak pidana lingkungan menggunakan UU konservasi lama. Sedangkan undang-undang perubahan sudah diundangkan," kata Ainul Mardhiah yang juga mantan Ketua Pengadilan Negeri Banda Aceh.

Ainal Mardhiah menambahkan Mahkamah Agung memberikan atensi dalam mengenai perkara-perkara lingkungan hidup. Setiap hakim yang menangani perkara lingkungan hidup harus memiliki sertifikat khusus.

"Setiap hakim yang menangani perkara tetap berpihak kepada konservasi dan keberlanjutan lingkungan hidup. Dan setiap hakim yang menangani perkara lingkungan hidup sudah menjalani pelatihan guna meningkatkan kompetensinya," kata Ainal Mardhiah.

Baca juga: Pengusaha pariwisata di Aceh lepas 90 tukik belimbing untuk jaga kelestarian laut



Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025