Banda Aceh (ANTARA) - Baitul Mal Aceh (BMA) telah menyalurkan zakat dan infak sebanyak Rp89,46 miliar untuk 29.859 mustahik dan penerima manfaat di seluruh Aceh selama tahun 2024.
“Pada tahun 2024, BMA telah menyalurkan dana zakat sejumlah Rp64,59 miliar kepada 29.217 mustahik, sedangkan di tahun yang sama dana infak yang telah disalurkan sebanyak Rp24,87 miliar kepada 642 penerima manfaat,” kata Ketua Badan BMA Mohammad Haikal di Banda Aceh, Jumat.
Ia menjelaskan penyaluran zakat dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, diantaranya untuk sektor kesehatan, pendidikan, sosial, ekonomi, dan syiar Islam, baik yang bersifat memenuhi kebutuhan mendesak maupun produktif.
Sedangkan untuk dana infak, disalurkan dalam bentuk bantuan pemberdayaan ekonomi masyarakat, investasi, penyertaan modal dan kemaslahatan umat.
“Penyaluran zakat dan infak tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan ketentuan tata kelola keuangan berdasarkan regulasi yang berlaku mengingat zakat dan infak merupakan bagian dari Pendapatan Asli Aceh (PAD),” katanya.
Haikal mengatakan penyaluran zakat dialokasikan kepada tujuh senif melalui program-program yang dirancang untuk mewujudkan kemuliaan para mustahik dan mengantarkan mereka menjadi muzakki.
“Semua ini berlandaskan pada ketepatan, dampak dan keberlanjutan yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan kaum dhuafa dan pengembangan kelembagaan BMA,” katanya.
Ia menyebutkan dana zakat yang disalurkan untuk tujuh senif, di antaranya senif fakir Rp5,23 miliar, senif miskin Rp42,33 miliar, senif amil Rp1,25 miliar, dan senif mualaf Rp2,38 miliar.
Kemudian, untuk senif gharimin Rp2,19 miliar, senif fisabilillah Rp2,76 miliar, dan senif ibnu sabil Rp8,41 miliar.
Sedangkan dana infak yang disalurkan untuk kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat sebanyak Rp7,85 miliar, kemaslahatan umat Rp16,94 miliar dan biaya operasional kegiatan operasional Zakat, infaq, shadaqah, wakaf (Ziswaf) Rp79,42 juta.
Sementara itu, kata Haikal, pada tahun 2024, kegiatan investasi dan penyertaan modal yang digunakan sebagai basis dana berkelanjutan untuk mendukung pendidikan, ekonomi, dan kemaslahatan umat belum dapat dilaksanakan.
“Hal ini karena regulasi yang mengatur mekanisme pelaksanaan kegiatan tersebut belum efektif sehingga terdapat sisa dana sebesar Rp89,2 miliar yang akan disalurkan kembali pada tahun 2025,” katanya.
Di sisi lain, Haikal menambahkan bahwa BMA juga menghadapi berbagai kendala dan hambatan dalam upaya optimalisasi pencapaian program dan kegiatan yang telah direncanakan, di antaranya fleksibilitas dalam pengelolaan dan pengembangan.
“Zakat dan infak sebagai PAD terikat dengan aturan keuangan negara sehingga untuk keperluan kelenturan penyaluran seharusnya diberi ruang yang cukup untuk pemanfaatan dana secara lebih luas,” katanya.
Selain itu, pengajuan akun khusus Belanja Zakat dan Belanja Infak sampai dengan saat ini juga masih berproses, menunggu pengesahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Untuk saat ini, penganggaran pendistribusian dan pendayagunaan zakat dan infak umumnya dilakukan pada rekening bantuan sosial yang memiliki ketentuan tertentu,” katanya.
Tidak hanya itu, regulasi dan kebijakan yang berlaku di tingkat nasional (UU dan Permendagri) dan regulasi di tingkat daerah (Qanun dan Pergub) menimbulkan banyak tafsir yang menghambat optimalisasi pencapaian program BMA.
“Kami sedang bekerja keras untuk menemukan solusi yang efektif. Kami berkomitmen menjadikan zakat dan infak sebagai instrumen utama dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat Aceh dengan terus meningkatkan pelayanan dan transparansi,” katanya.
Pewarta: Nurul HasanahEditor : M.Haris Setiady Agus
COPYRIGHT © ANTARA 2025