Aceh Tamiang (ANTARA) - Warga di pedalaman Bandar Pusaka, Aceh Tamiang harus mengarungi sungai menggunakan sampan kayu untuk menuju ke pusat kabupaten di Karang Baru akibat jembatan penghubung antar kecamatan di Desa Aras Sembilan-Lubuk Sidup putus diterjang banjir bandang.

"Jembatan ini putus pada hari Rabu (26/11) menjelang magrib saat terjadi puncak banjir bandang air sungai sudah mencapai lantai jembatan," kata warga Desa Lubuk Sidup, Anwar JS (53), saat dijumpai di lokasi, Rabu.

Dirinya mengatakan, warga yang paling terdampak dari putusnya akses jembatan itu yakni warga Bandar Pusaka termasuk warga Desa Aras Sembilan yang posisinya di seberang sungai.


Baca juga: RSUD Aceh Tamiang sudah bisa layani pasien rawat jalan pascabencana

Warga sekitar, juga memanfaatkan peluang itu untuk mengais rezeki dari jasa penyeberangan. Setiap harinya, ratusan orang mengantri untuk menyeberang sungai Aras Sembilan-Lubuk Sidup.

"Untuk menuju pusat kabupaten (Karang Baru), begitu juga arah sebaliknya warga harus naik sampan boat milik warga sini. Ongkos antar PP (pulang pergi) Rp50 ribu termasuk kendaraan sepeda motor," ujarnya.

Warga lainnya, M Dahlan (56) mengatakan, tidak ada tanda-tanda jembatan permanen tersebut akan ambruk. Mayoritas warga Lubuk Sidup sudah mengungsi ke lokasi lebih tinggi karena banjir di permukiman penduduk mencapai 5-6 meter. Sekitar 95 persen rumah di kampung bantaran sungai tersebut hanyut rata dengan tanah.

"Banyak sampah pohon kayu hanyut terbongkar dengan akarnya menghantam jembatan dan rumah warga," katanya.

Baca juga: Korban banjir bandang Aceh Tamiang butuh air bersih

Kesaksian Dahlan, detik-detik jembatan rangka baja ini mau rubuh itu disaksikan warga atas (Aras Sembilan) karena desa itu tidak tersentuh  banjir. 

Pondasi jembatan lantai beton tersebut mulai goyah setelah berulang kali diterjang kayu hutan berukuran besar. Bahkan volume sampah kayu seluas tiga rante (1.200 M2) tertahan di badan jembatan lalu kemudian hanyut terbawa arus deras.

"Ada sekitar 15 kali jembatan ini dihantam bermacam-macam kayu. Air yang membawa kayu pohon itu kencangnya seperti pelor peluru," kenang warga pribumi Lubuk Sidup ini.

Petani ini belum mengetahui pembangunan jangka pendek seperti apa yang akan diambil pemerintah daerah dalam mengatasi dampak keterisoliran warga pedalaman Sekerak dan Bandar Pusaka setelah tidak ada akses penghubung. 

Menurut Dahlan, jembatan rangka baja Aras Sembilan-Lubuk Sidup berdiri di jalan lintas provinsi, dibangun pada tahun 2008, mulai difungsikan 2010 dan rubuh tahun 2025.

"Apakah sungai Aras Sembilan-Lubuk Sidup ini akan difungsikan kembali sarana penyeberangan getek seperti tahun 1990-an, kita tidak tahu," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Aceh Tamiang, Iman Suhery menyatakan putusnya jembatan Aras Sembilan-Lubuk Sidup rubuh jelas berdampak pada mobilitas dan transportasi warga khususnya dari Kecamatan Bandar Pusaka dan sebagian Kecamatan Tamiang Hulu. 

Namun, sejauh ini belum ada laporan warga desa pedalaman terisolir imbas dari jembatan putus tersebut.

"Sejauh ini tidak ada warga maupun desa yang terisolir. Sebab masih ada jalan putar dari Pulau Tiga tembus ke Seumadam. Rata-rata warga Bandar Pusaka bisa menggunakan jalur memutar tersebut untuk ke kabupaten," katanya.

Dia memastikan, saat ini jalur dari dan menuju Kecamatan Bandar Pusaka meliputi 15 desa tidak ada kendala masih bisa ditempuh menggunakan kendaraan roda dua dan empat (mobil) tidak ada desa yang terisolasi.


Baca juga: Artis Irish Bella salurkan bantuan untuk korban banjir Aceh Tamiang



Pewarta: Dede Harison
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025