Banda Aceh (ANTARA) - Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa'aduddin Djamal menawarkan kolaborasi pariwisata lintas negara dan investasi pariwisata ke Tiongkok untuk Aceh, seperti hubungan yang terjalin pada abad ke-15 silam lewat jalur sutra maritim.
"Kami dikenal sebagai Serambi Mekkah, bukan sekadar religiusitasnya, tetapi karena keterbukaannya terhadap dunia. Dalam semangat itu, kami menawarkan peluang kolaborasi baru," kata IIliza Sa'aduddin Djamal yang dihubungi dari Banda Aceh, Kamis.
Tawaran tersebut disampaikan Illiza Sa'aduddin Djamal saat menghadiri kegiatan Maritime Silk Road Mayors Exchange Conference (Konferensi Pertukaran Wali Kota pada Jalur Sutra Maritim) yang berlangsung pada 18-20 November 2025, di Wenzhou, China.
Baca juga: Wali Kota Banda Aceh terima Penghargaan Internasional CityNet SDG Awards 2025
IIliza menyampaikan, Banda Aceh adalah kota yang terletak di ujung barat Indonesia, titik awal jalur sutra maritim di Asia Tenggara. Sejak abad ke-15, pelabuhan Aceh menjadi persinggahan kapal dari Tiongkok, Arab, dan India, mereka membawa rempah, sutra, ilmu, dan nilai-nilai peradaban.
Dirinya menegaskan, hubungan Banda Aceh dan Tiongkok bukanlah hal baru. Sejak masa Dinasti Ming, jalur ini mempertemukan dua peradaban besar.
Berdasarkan catatan sejarah, kata IIliza, pada tahun 1602, Sultan Alauddin Riayat Syah mengirim utusan ke Kaisar Wanli, membawa rempah dan kapur barus sebagai tanda persahabatan.
Diplomasi itu berlanjut pada masa Sultan Iskandar Muda. Hingga kini, artefak keramik Dinasti Ming masih ditemukan di Gampong Pande dan Lamreh, bukti nyata hubungan damai antara Aceh dan Tiongkok.
"Pada abad ke-21 ini, kita tidak lagi berlayar dengan kapal dagang, tetapi dengan kapal persahabatan dan kerjasama," ujarnya.
Dirinya menuturkan, sejarah telah memberikan pelajaran bahwa perdagangan bisa menjadi jalan menuju perdamaian. Maka, dengan semangat itu, Pemko Banda Aceh menawarkan peluang kolaborasi baru.
Adapun tawaran tersebut yakni promosi wisata lintas negara: “From Wenzhou to Banda Aceh - The Maritime Silk Route Experience (pengalaman jalur sutra maritim).
Kemudian, investasi pariwisata halal dan waterfront (tepi laut), pertukaran SDM yakni berupa pelatihan pariwisata, hospitality, dan teknologi digital. Dan, smart tourism collaboration: Integrasi data destinasi dan promosi berbasis AI.
Selain itu, Pemko Banda Aceh juga membuka kerjasama pendukung seperti pengembangan rute penerbangan Banda Aceh – Kuala Lumpur – Wenzhou/Guangzhou.
Kolaborasi media digital melalui TikTok/Douyin, Trip.com, Fliggy, dan WeChat. Serta, dukungan logistik dan branding lintas negara untuk promosi wisata, UMKM, hingga event budaya.
"Kami percaya, kerjasama antar kota ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi tentang saling memahami dan tumbuh bersama," kata IIliza.
Baca juga: Luncurkan program Jumat mengaji, Illiza: Untuk membangun spiritual masyarakat
IIliza menambahkan, Banda Aceh juga merupakan pusat peradaban islam tertua di Asia Tenggara. Warisan Kesultanan Aceh Darussalam masih hidup hingga kini, mulai dari keagungan Masjid Raya Baiturrahman, hingga jejak sejarah di Gunongan dan lainnya.
Dalam kesempatan itu, ia ikut memperkenalkan brand pariwisata mereka yakni “Charming Banda Aceh”, sebuah identitas yang merepresentasikan lima pesona yaitu wisata budaya dan seni.
Kemudian, wisata tsunami dan ketangguhan, religi dan sejarah Islam, kuliner, dan bahari melalui sinergi tiga daerah yaitu Banda Aceh, Sabang, dan Aceh Besar.
Melalui identitas tersebut, dirinya berharap setiap wisatawan yang datang bukan hanya melihat, melainkan ikut merasakan makna dan nilai yang hidup di Kota Banda Aceh.
"Saya percaya, pariwisata sejati bukan hanya indah dipandang, tetapi membawa keberkahan bagi masyarakat dan lingkungan," demikian IIliza Sa'aduddin Djamal.
Selain pariwisata, Banda Aceh kini tumbuh sebagai pusat ekonomi kreatif. Melalui identitas baru “Banda Aceh, Kota Parfum Indonesia,” pemerintah daerah mengembangkan potensi tanaman aromatik lokal seperti nilam, kenanga, dan melati.
Bersama Universitas Syiah Kuala dan pelaku UMKM, dari Banda Aceh berhasil mengekspor 1 ton minyak nilam ke Prancis senilai Rp1,5 miliar pada tahun 2025.
"Kami ingin aroma Banda Aceh bukan hanya tercium di pasar dunia, tapi juga menjadi simbol kreativitas dan kemandirian ekonomi yang berakar pada nilai Islam," ujarnya.
Baca juga: Wali Kota Banda Aceh jajaki kerja sama pengembangan kesehatan dengan Turki
Pewarta: Rahmat FajriEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025