Banda Aceh (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Provinsi Aceh, mendamaikan kasus penganiayaan berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ), sehingga kasus tersebut tidak diselesaikan pada persidangan di pengadilan.

Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Banda Aceh, Selasa, mengatakan proses perdamaian kasus penganiayaan tersebut melibatkan jaksa fasilitator serta tersangka dan korban didampingi keluarga dan perangkat desa masing-masing.

"Perkara ini dengan tersangka berinisial B dan korban RH. Dalam proses perdamaian, kedua pihak saling bermaafan yang disaksikan keluarga dan aparat desa. Tersangka juga berjanji tidak mengulangi perbuatannya," katanya.

Munawal Hadi menjelaskan penganiayaan terjadi di areal persawahan di Gampong Geudong Alue, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen, pada 10 Juli 2025.

Saat itu, kata dia, B bersama anak saksi berinisial L berada di sawah, memantau proses bajak sawah menggunakan traktor. Kemudian, datang korban RH dan menjumpai saksi Z. RH melarang Z membajak sawah tersebut.

Kemudian, datang B menjumpa Z dan menyuruhnya membajak kembali sawah tersebut. Sedangkan RH sudah menuju ke warung kopi dekat areal persawahan tersebut.

Tidak lama berselang, anak saksi berinisial L menghampiri RH dan menanyakan alasan melarang sawah tersebut dibajak. Selanjutnya, terjadi perdebatan antara L dan RH, sehingga keduanya dilerai warga di warung kopi tersebut.

"Tidak lama kemudian, B dengan membawa sebilah parang mendatangi RH. Selanjutnya, terjadi perkelahian keduanya. B sempat mengayunkan parang ke kepala RH hingga berdarah. Setelah itu, B melarikan diri dari tempat tersebut," katanya.

Munawal Hadi mengatakan perbuatan tersangka B melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP dengan ancaman hukuman paling lama lima tahun penjara.

Kepala Kejari Bireuen menyebutkan perdamaian merupakan syarat penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif, sehingga tidak perlu diselesaikan di pengadilan.

Berdasarkan berita acara perdamaian, Kejari Bireuen meneruskannya ke Kejaksaan Tinggi Aceh guna mendapatkan persetujuan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum untuk penghentian perkara.

"Penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif tersebut sejalan dengan kearifan lokal masyarakat Aceh, di mana penyelesaian sebuah perkara dimusyawarahkan kedua pihak yang disaksikan tokoh masyarakat," kata Munawal Hadi.


Baca juga: Jampidum setujui penyelesaian tiga perkara berdasarkan RJ di Aceh



Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025