Calang (ANTARA) - Pemerintah Aceh Jaya mengusulkan lima wilayah pertambangan rakyat (WPR) dalam tiga kecamatan sebagai tindak lanjut surat Gubernur Aceh terkait pengelolaan tambang rakyat.

"Kita sudah usulkan lima lokasi WPR yaitu di Kecamatan Sampoiniet, Setia Bakti dan Krueng Sabee," kata Plt Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Jaya Juanda di Aceh Jaya, Selasa.

Juanda menyampaikan sementara ini terkait status dari lima lokasi WPR yang telah diusulkan tersebut masih menunggu proses tindak lanjut dari Pemerintah Aceh.

Berdasarkan surat Bupati Aceh Jaya nomor 500.10.2.3/100/2025 yang ditujukan kepada Gubernur Aceh itu disebutkan ada lima lokasi WPR di Aceh Jaya yang diusulkan, dengan total 79 titik penambangan.

Adapun 79 titik dari lima lokasi WPR yang tersebar di tiga kecamatan tersebut yakni, di Kecamatan Sampoiniet terdapat 26 titik di blok I, 12 titik pada blok II.

Kemudian, enam titik pada blok Kecamatan Setia Bakti. Selanjutnya, di Kecamatan Krueng Sabee terdapat empat titik pada blok I, dan 31 titik di blok II. 

Sebelumnya, Gubernur Aceh Muzakir Manaf melalui suratnya bernomor 500.10.25/2656 tertanggal 11 Maret 2025, yang ditujukan kepada seluruh Bupati dan Wali Kota se-Aceh, menginstruksikan agar pemerintah daerah segera mengusulkan WPR khususnya komoditas emas.

Baca: Tambang emas longsor di Aceh Jaya, satu pekerja tewas tertimbun

Langkah ini diambil menyusul maraknya kegiatan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di berbagai daerah di Aceh. Gubernur menilai perlu ada upaya penanganan dan dasar hukum agar aktivitas penambangan skala kecil dapat dikelola secara resmi dan berkelanjutan oleh masyarakat.

Usulan WPR ini sejalan dengan program 100 hari kerja Gubernur Aceh untuk menyediakan wilayah tambang rakyat yang dapat dikelola masyarakat melalui izin pertambangan rakyat (IPR).

Dalam surat itu dijelaskan, penetapan WPR mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh serta UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemerintah kabupaten/kota diminta melakukan identifikasi dan penetapan lokasi sesuai dengan kriteria WPR yang dilampirkan.

Terdapat beberapa kriterianya, yaitu memiliki cadangan mineral sekunder di sungai atau di antara tepi sungai, cadangan primer mineral logam dengan kedalaman maksimal 100 meter, terdapat pada endapan teras, dataran banjir, atau endapan sungai purba, luas maksimal setiap WPR adalah 100 hektare.

Serta memenuhi kriteria pemanfaatan ruang dan kawasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Gubernur juga menekankan bahwa penetapan WPR harus diumumkan secara terbuka kepada masyarakat untuk menjamin transparansi dan partisipasi publik.

Dengan kebijakan ini, Pemerintah Aceh berharap kegiatan pertambangan rakyat dapat berjalan tertib, legal, dan ramah lingkungan, sekaligus memberikan dampak ekonomi yang positif bagi masyarakat di wilayah tambang.

Sementara itu, Kabag Ekonomi dan Sumber Daya Alam (SDA) Setdakab Aceh Jaya Zulfa Nazli kembali menegaskan bahwa surat usulan mengenai WPR tersebut sudah dikirimkan kepada Gubernur Aceh melalui Dinas ESDM Aceh.

"Suratnya sudah dikirimkan ke Gubernur Aceh, kini masih menunggu tindak lanjutnya," demikian Zulfa Nazli.

Baca: Pemerintah Aceh bentuk satgas khusus penertiban tambang ilegal
 



Pewarta: Arif Hidayat
Editor : M.Haris Setiady Agus
COPYRIGHT © ANTARA 2025