Banda Aceh (ANTARA) - Lembaga The Aceh Institute mengusulkan pembentukan badan khusus untuk mengelola langsung dana otonomi khusus (Otsus) yang diberikan kepada provinsi ujung paling barat Indonesia itu.
"Kami mendesak perpanjangan otonomi khusus Aceh dan pembentukan badan khusus dengan model tata kelola meniru keberhasilan BRR Aceh-Nias pascatsunami," kata Plt Direktur The Aceh Institute, Lukman Age di Banda Aceh, Senin.
Ia menjelaskan dokumen tersebut menyoroti urgensi perpanjangan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh yang akan berakhir pada 2027 serta pentingnya pembentukan badan khusus yang independen dan profesional untuk mengelolanya.
"Policy paper ini kami sampaikan kepada para pemangku kebijakan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat Provinsi Aceh, agar menjadi dasar pertimbangan dalam merumuskan kebijakan fiskal ke depan," katanya.
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani sebut Dana Otsus Aceh tak kena efisiensi 2026
Menurut kajian The Aceh Institute Dana Otsus yang sudah mengalir ke Aceh sejak 2008, dengan jumlah lebih dari Rp95,9 triliun, belum maksimal mendorong pertumbuhan ekonomi. Di mana selama ini alokasi cenderung didominasi untuk infrastruktur ±45 persen sementara pemberdayaan ekonomi rakyat hanya sekitar 10 persen, sehingga dampak pengganda ekonomi relatif kecil.
Adapun tingkat kemiskinan Aceh masih berada 12,33 persen berdasarkan data BPS 2025).
Pihaknya menilai Aceh sangat membutuhkan perpanjangan Dana Otsus sebagai penyangga fiskal sekaligus instrumen perdamaian jangka panjang.
Kemudian masalah lain yang menonjol adalah ketika dana otsus masuk dalam mekanisme APBA/APBK, yang menjadi instrumen strategis untuk mendorong transformasi ekonomi Aceh, dana otsus sering kali terpecah dalam ratusan kegiatan kecil yang tidak memberikan dampak signifikan.
Adapun beberapa masukan yang ditawarkan dari Policy paper yakni Dana Otsus Aceh harus diperpanjang dengan prinsip berkelanjutan sebagaimana Papua yang telah memperoleh 2,25 persen dari DAU Nasional hingga 2041.
Kedua, dibentuk Badan Khusus Pengelola Dana Otsus Aceh dengan model tata kelola meniru keberhasilan BRR Aceh-Nias pasca-tsunami.
"Badan ini harus memiliki dewan pengawas yang melibatkan unsur pemerintah, DPRA, akademisi dan masyarakat sipil, serta dipimpin manajemen profesional melalui seleksi terbuka.
Baca juga: Prof Mukhlis sarankan lima fokus pembangunan Aceh jika dana Otsus diperpanjang
Selanjutnya orientasi penggunaan dana harus bergeser dari konsumtif ke investasi produktif melalui pembangunan sektor unggulan seperti pertanian modern, perikanan, industri pengolahan, energi terbarukan, serta penguatan dunia usaha.
Penyusunan peta jalan kemandirian fiskal Aceh untuk mengurangi ketergantungan terhadap transfer pusat, dengan fokus pada peningkatan PAD, reformasi birokrasi perizinan, dan penciptaan iklim investasi yang kondusif.
“Dana Otsus tidak boleh lagi dipandang hanya sebagai instrumen belanja, melainkan harus dijadikan modal abadi pembangunan Aceh," katanya.
Ia mengatakan keberlanjutan perdamaian sangat terkait dengan keberhasilan mengubah dana tersebut menjadi investasi produktif yang menciptakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan memperkuat kemandirian ekonomi daerah.
Ia menambahkan Policy paper disusun melalui kajian literatur, analisis data sekunder, Focus Group Discussion (FGD) dengan pembina dan analis The Aceh Institute, wawancara dengan pemangku kepentingan.
Adapun tim perumus terdiri dari sejumlah akademisi, peneliti, dan aktivis Aceh, di antaranya Prof Dr Nazamuddin Basyah Said, Dr Fuad Mardhatillah, Dr Otto Syamsuddin Ishak, Dr Saiful Mahdi, Lukman Age, Risman A Rahman, Tarmizi, Dr Fajran Zain, Prof Dr Saiful Akmal, Dr Chairul Fahmi, Muazzinah Yacob, Dr Muhammad Syuib, dan Cut Famelia.
The Aceh Institute berharap wacana publik terkait masa depan Dana Otsus Aceh semakin konstruktif, dan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah dapat mengambil langkah kebijakan yang tepat demi mewujudkan perdamaian berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat Aceh.
Baca juga: Serapan APBA rendah, MaTA: Buruk terhadap perjuangan peningkatan otsus 2,5 persen
Pewarta: M IfdhalEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025