Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Aceh menyetujui rencana pembangunan refinery crude palm oil (CPO) atau pabrik minyak goreng oleh PT Flora Agung Group dengan perkiraan nilai investasi sebesar Rp1,5 triliun.
"Iya, untuk rencana investasinya sekitar Rp1,5 triliun, dan dilaksanakan secara bertahap," kata Chief Operasional Officer (COO) PT Flora Agung Grup, Zia Muhammad saat dikonfirmasi dari Banda Aceh, Rabu.
Sebelumnya, Pemerintah Aceh telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan PT Flora Agung Grup untuk kesepakatan pembangunan pabrik minyak goreng di tanah rencong.
Baca juga: Aceh butuh investasi pembangunan industri produk turunan CPO
Penandatanganan ini dilakukan langsung oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem) bersama CEO PT Flora Agung Grup, Ivansyah beserta jajaran direksi lainnya, di Meuligoe Gubernur Aceh, di Banda Aceh, Selasa (27/5).
Salah satu program yang segera dieksekusi dalam kerja sama ini adalah pembangunan pabrik kilang (refinery) untuk mengolah kelapa sawit mentah (CPO) menjadi produk minyak goreng dengan merek lokal berlabel Aceh.
Zia mengatakan, terkait kebutuhan lahan pembangunan tersebut diperlukan sekitar 10-15 hektare. Rencananya dibangun di dua daerah yakni satu di wilayah pantai timur dan satu lagi di barat Aceh.
Untuk investasi pembangunan pabrik tahapan awal, kata dia, bakal diinvestasikan sekitar Rp100-150 miliar, berkerjasama dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe.
Dirinya menyebutkan, pabrik minyak goreng yang rencananya bakal di bangun tersebut berkapasitas 36 ribu ton CPO per bulan, atau dengan rata-rata kebutuhan seribu ton CPO per hari.
Dirinya melihat, Aceh memiliki potensi bahan yang cukup untuk menutupi kebutuhan tersebut. Namun, diharapkan produksi CPO di Aceh bisa berkelanjutan, sehingga nantinya tidak harus mengambil dari luar lagi.
"Karena, tidak menutup kemungkinan kita juga ambil dari luar kalau pasokan CPO di Aceh tidak bisa continue. Karena itu, kami butuh support dari pemerintah juga untuk kepastian bahan baku. Tetapi, kalau potensi di Aceh lebih dari cukup," ujarnya.
Baca juga: DPRA dorong penambahan pabrik pengolah kelapa sawit di Nagan Raya
Sebagai informasi, berdasarkan data Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh, luas lahan kepala sawit di Aceh mencapai 483 ribu hektare.
Lahan tersebut terdiri dari 263 ribu hektare sawit rakyat, dan lahan sawit milik perusahaan melalui hak guna usaha (HGU) sekitar 220 ribu hektare. Sedangkan CPO yang dihasilkan sekitar 940 ribu hingga 1 juta ton per tahun.
"Untuk implementasinya segera kita laksanakan setelah mengantongi semua proses perizinannya, kita mengupayakan bisa rampung tahun ini," kata Zia Muhammad.
Sementara itu, CEO PT Flora Agung, Ivansyah mengatakan, ada beberapa sektor krusial menjadi tulang punggung Aceh yang akan diajak bekerja sama dan diinvestasikan bersama Pemerintah Aceh kedepannya, yaitu untuk sektor perindustrian, pertanian, peternakan dan perkebunan.
"Mudah-mudahan, dengan tahapan pembangunan dan target industri hilirisasi refinery CPO dan pabrik minyak goreng di Aceh ini bisa muncul multiplayer effect investasi lainnya," kata Ivansyah.
Terkait hal ini, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau yang kerap disapa Mualem mendukung penuh investasi PT Flora Agung demi pembangunan dan kemajuan perekonomian Aceh.
Namun, dirinya menekankan komitmen calon investor dalam merealisasikan kerja sama tersebut demi kemajuan Aceh di masa depan.
“Kami sangat mendukung kerja sama ini demi kemajuan pembangunan Aceh. Kami berharap komitmen dari pihak perusahaan benar-benar diwujudkan dalam bentuk aksi nyata,” demikian Muzakir Manaf.
Untuk diketahui, PT Flora Agung Grup merupakan perusahaan yang bergerak di berbagai sektor strategis seperti perkebunan, peternakan, perikanan, serta industri pengolahan.
Serta menjadi perusahaan mitra pemerintah dalam distribusi minyak goreng subsidi (Minyakita), serta dipercaya Bulog dalam distribusi beras dan program ketahanan pangan di sejumlah daerah.
Baca juga: Fasilitas berikat dari Bea Cukai mudahkan ekspor CPO Aceh
Pewarta: Rahmat FajriEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025