Aceh Tengah (ANTARA) - Gerakan relawan warga bantu warga bernama Komunitas Donasi Peduli Gayo, memikul sekitar 12 ton beras untuk didistribusikan kepada masyarakat yang terisolir di Kabupaten Aceh Tengah, akibat bencana banjir bandang dan tanah longsor.
"Kita dari komunitas terus berupaya membantu memberikan yang terbaik. Semoga dapat bermanfaat bagi masyarakat kita yang sedang dalam musibah ini," kata Koordinator Komunitas Donasi Peduli Gayo, Mugie, di Takengon, Selasa.
Komunitas peduli ini terbentuk atas inisiasi dari gabungan para pengusaha di Aceh Tengah yang dikoordinir langsung oleh tiga pengusaha lokal yakni Mugie, Andi, dan Sona.
Baca juga: Derita korban bencana, agar tak kelaparan warga Aceh Tengah jalan kaki ke Lhokseumawe
Mereka terpanggil membantu sesama atas dasar kemanusiaan. Di masa awal pascabencana tepatnya pada hari keempat, komunitas ini langsung bergerak mengumpulkan donasi termasuk dari rekan dan mitra pengusaha lain dari berbagai daerah.
Sementara itu, Andi menuturkan, banyak tantangan yang harus dihadapi dalam misi kemanusiaan ini, bahkan sudah dirasakan sejak tahap awal pengambilan barang bantuan untuk bisa masuk ke Aceh Tengah.
Karena wilayah tersebut tak bisa diakses melalui jalur darat pascabencana, sehingga menjadi kendala dalam pendistribusian barang bantuan.
Sedangkan untuk alternatif pengiriman barang menggunakan pesawat kargo, kata dia, tidak mungkin karena membutuhkan biaya operasional sangat tinggi.
Kemudian, jadwalnya juga padat, dan kalau harus menunggu bisa memakan waktu lama. Atau, jika memiliki biaya cukup, alternatifnya hanya bisa dengan carter pesawat kargo.
"Pasca bencana Aceh Tengah terisolasi sampai sekarang. Semua akses jalan darat putus total. Jadi setiap ada barang masuk, kita harus kumpulkan orang untuk angkut dengan cara dipikul," katanya.
Dia menyampaikan, membawa bantuan ke Aceh Tengah bisa dilakukan melalui jalur darat lewat simpang KKA yang menghubungkan Aceh Tengah ke Kota Lhokseumawe.
Tapi tantangannya, masih ada sejumlah titik jalan putus dan tertimbun longsor, sehingga bantuan harus dipikul dan berjalan kaki melewati medan terjal ekstrem dan penuh tantangan.
"Anggota relawan kita harus jalan kaki sambil pikul barang. Memang banyak tantangan yang harus kita hadapi. Tapi ini sudah tugas kita sebagai relawan," ujarnya.
Andi menjelaskan, jalur terberat dalam pengambilan barang adalah dari titik lokasi Kampung Kem di Kecamatan Permata, Kabupaten Bener Meriah.
Dari lokasi tersebut, relawan harus berjalan kaki selama lima jam sambil memikul barang. Terkadang, tim harus mendaki dan menuruni tebing curam, serta melewati tumpukan material longsor di badan jalan.
Baca juga: Dua pekan terisolasi tanpa listrik, ekonomi masyarakat Aceh Tengah terpuruk akibat bencana
Setiap pengambilan barang, tim ini harus mengerahkan 100 sampai 200 orang relawan untuk dapat mengangkut seluruh barang bantuan yang jumlahnya bisa mencapai dua ton.
"Untuk tim relawan kita mengajak rekan-rekan dari berbagai kalangan. Mulai dari mahasiswa, LSM, dan anggota Polri," kata Andi.
Hingga saat ini, banyak sudah donasi yang dikumpulkan dan didistribusikan langsung kepada masyarakat korban bencana. Rinciannya mencakup bantuan beras, sarden, pembalut, pampers, selimut, dan obat-obatan.
Mewakili relawan Donasi Peduli Gayo, ia mengapresiasi berbagai pihak yang telah peduli dan ikut berdonasi demi membantu sesama.
"Kami menyampaikan terimakasih kepada sahabat-sahabat yang telah ikut membantu dan berdonasi," imbuh Andi.
Selain bekerja mengumpulkan donasi dan mendistribusikan bantuan, komunitas peduli ini juga membuka posko darurat bencana di Takengon, yakni di Basecamp 813 Jaya milik Mugie.
Posko tersebut ikut membantu masyarakat menyediakan akses internet gratis hingga dapur umum. Fasilitas ini dapat dimanfaatkan oleh warga untuk menelpon dan menanyakan kabar keluarga mereka pascabencana.
Baca juga: Warga Aceh Tengah memasak pakai kayu bakar karena keterbatasan elpiji
Pewarta: Kurnia MuhadiEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025