Banda Aceh (ANTARA) - Anggota DPD RI asal Aceh, Sudirman Haji Uma menyatakan telah menerima laporan adanya salah seorang warga asal Lamdingin, Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh bernama Safran (22) mengalami penyiksaan di Kamboja.
"Korban kini disekap dan disiksa oleh majikannya di Kamboja lantaran tidak mampu membayar denda sebesar Rp35 juta kepada pihak perusahaan tempat ia bekerja," kata Sudirman Haji Uma, di Banda Aceh, Rabu.
Laporan tersebut diterima Haji Uma dari ibu korban bersama Nur Asri, di mana anaknya itu mendapatkan penyiksaan dan disekap oleh majikannya di Kamboja.
Baca juga: Imigrasi Sabang sosialisasi ke pelajar bahaya pidana perdagangan orang dan penyelundupan manusia
Kepada Haji Uma, Nur Asri menceritakan anaknya tersebut pergi ke Kamboja pada 2024 lalu diajak oleh temannya untuk bekerja di salah satu perusahaan di sana.
Sesampainya di Kamboja, Safran mendapat pekerjaan di salah satu perusahaan judi online. Karena selalu mendapat penyiksaan dari tempat ia bekerja, korban berencana pulang ke Banda Aceh lantaran tidak sanggup lagi.
Rencana kepergiannya ke tanah air diketahui pihak perusahaan, sehingga korban disekap di sebuah kamar dan mendapatkan penyiksaan. Pihak perusahaan bersedia melepaskannya dengan kewajiban membayar denda sebesar Rp35 juta.
Menurut cerita ibu nya, kata Haji Uma, karena biaya denda tersebut tidak mampu dibayarkan ke perusahaan tempat pertama anaknya bekerja, korban dijual ke perusahaan lain. Karena itu, keluarga meminta bantuan Haji Uma untuk kepulangan anaknya.
Terkait hal ini, Haji Uma telah menyurati Menteri Luar Negeri, melalui Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Judha Nugraha dan Koordinasi dengan KBRI Phnom Penh Kamboja meminta penyelesaian kasus warga Banda Aceh tersebut.
"Begitu mendapat kabar dari ibu Safran, saya langsung menyurati Menteri Luar Negeri dan KBRI di Kamboja untuk menyelesaikan kasus Safran yang saat ini disekap dan di siksa oleh pihak perusahaan," ujarnya.
Untuk itu, Haji Uma meminta kepada keluarga agar bersikap tenang dan jangan mengirimkan uang tebusan seribu rupiah pun kepada pihak perusahaan, karena itu pemerasan. Dikhawatirkan, perusahaan juga tak memenuhi janjinya.
"Seperti pengalaman kita mengurus beberapa WNI yang mengalami kekerasan sebelumnya, uang habis korban tak pernah kembali," katanya.
Dalam kesempatan ini, dirinya mengaku sudah sering melakukan sosialisasi lewat media terkait dampak dan bahaya bekerja keluar negeri tanpa ada kontrak kerja melalui pemerintah yang terdata secara legal dan jelas.
Namun, permasalahan ini terus berulang tanpa ada perhitungan selektif dan tidak mengambil pelajaran dari ribuan orang yang telah menjadi korban.
"Cukup banyak yang menjadi korban tenaga kerja judi online atau scammer di beberapa negara tersebut, diantaranya Laos, Kamboja, Myanmar dan Filipina. Kita berharap ini harus menjadi contoh sehingga tidak terjadi lagi," demikian Haji Uma.
Baca juga: Kejari Bireuen limpahkan perkara perdagangan orang ke pengadilan
Pewarta: Rahmat FajriEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025