Banda Aceh (ANTARA) - PT Pembangunan Aceh (PT PEMA) menyiapkan 100 ribu hektare lebih lahan untuk kawasan prioritas pengembangan karbon berbasis Nature-Based Solutions (NBS) yang tersebar di sejumlah daerah.

"Kita targetkan lebih dari 100 ribu hektare lahan yang tersebar di wilayah Kabupaten Bireuen, Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Aceh Timur untuk pengembangan karbon berbasis NBS," kata Direktur Komersial PT PEMA, Faisal Ilyas, di Banda Aceh, Senin.

Ilyas mengatakan, PT PEMA telah mengumumkan untuk mengomersilkan potensi karbon dari kawasan hutan dan lahan kritis di beberapa kabupaten tersebut.

Dirinya menjelaskan, Nature-Based Solutions (NBS) merupakan tindakan melindungi, mengelola secara berkelanjutan, dan merehabilitasi ekosistem alam atau yang dimodifikasi, sekaligus memberikan manfaat terhadap keanekaragaman hayati dan kesejahteraan manusia.(IUCN, Global Standard for Nature-based Solutions (2020)

"Upaya ini merupakan bagian dari inisiatif ekonomi hijau Aceh yang mengedepankan restorasi lingkungan, pemberdayaan masyarakat adat, desa dan monetisasi jasa ekosistem melalui beberapa skema yang saling menguntungkan," ujarnya.

Dalam pelaksanaannya, kata dia, PEMA menggandeng Sagint, perusahaan teknologi dan infrastruktur aset digital lingkungan berdasarkan hukum di Kerajaan Arab Saudi dan Amerika Serikat.

Teknologi Sagint bakal digunakan untuk validasi, registrasi dan monitoring stok karbon secara real-time. Teknologi ini menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam penghitungan emisi terhindarkan (avoided emissions),

Baca: Aceh terima 1,7 juta dolar AS untuk tekan laju emisi karbon

Ia menegaskan, kolaborasi ini menjadikan Aceh sebagai salah satu wilayah pertama di Indonesia yang menekankan penggunaan AI, data geospasial, dan uji biomassa di lapangan, sehingga menjawab kebutuhan MRV (Measurement, Reporting, and Verification) berbasis bukti nyata.

Faisal menuturkan, proyek ini tidak hanya berbicara terkait ekonomi karbon, tetapi juga transformasi tata kelola hutan berbasis masyarakat.

“Kami percaya, potensi karbon Aceh harus dikelola oleh orang Aceh sendiri dengan standar global. Kami ingin menjadikan hutan sebagai aset strategis yang menghasilkan nilai ekonomi tanpa menebang satu pohon pun,” katanya.

Dirinya menambahkan, PT PEMA saat ini sedang menyelesaikan pemetaan legal dan sosial atas lahan-lahan yang potensial, termasuk hutan adat, hutan desa, hutan lindung, dan lahan gambut. 

Adapun pendekatan yang digunakan bersifat transdisipliner, melibatkan akademisi, LSM lingkungan, serta perwakilan komunitas lokal dalam setiap tahapan perencanaan.

Dengan menggunakan skenario konservatif asumsi rata-rata potensi serapan karbon sebesar 10 ton CO per hektar per tahun, proyek ini diproyeksikan menghasilkan lebih dari 1 juta ton COe per tahun, jika dikonversi pada nilai karbon saat ini mencapai USD 10–20 per ton. 

Langkah ini berpotensi menciptakan nilai ekonomi antara USD 100 juta hingga 200 juta per tahun. Proyek karbon Aceh oleh PEMA ini menandai babak baru arah pembangunan ekonomi daerah berbasis sumber daya alam berkelanjutan, terukur secara ilmiah, dan inklusif terhadap masyarakat adat dan lokal.

"Pemerintah Aceh menyambut baik langkah ini sebagai bentuk konkret dalam menjawab tantangan krisis iklim dan transisi menuju ekonomi hijau," demikian Faisal Ilyas.

Baca: PEMA: Lapangan gas arun strategis untuk proyek carbon capture, siap berkolaborasi 



Pewarta: Rahmat Fajri
Editor : M.Haris Setiady Agus
COPYRIGHT © ANTARA 2025