Nagan Raya (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mendorong adanya penambahan pabrik pengolah kelapa sawit di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh sebagai upaya mengatasi kerugian di tingkat petani akibat banyaknya hasil panen yang tidak tertampung perusahaan pengolah kelapa sawit.
“Banyak laporan yang kami terima dari petani di Nagan Raya bahwa saat ini petani kelapa sawit rugi, akibat perusahaan kelapa sawit tidak mampu menampung hasil panen petani yang sudah dibawa ke pabrik,” kata Nurchalis kepada ANTARA, Kamis melalui saluran telepon.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Nagan Raya, Aceh luas tanaman kelapa sawit rakyat di daerah tersebut pada tahun 2022 lalu seluas 53.151,18 Ha dengan jumlah produksi 100.218 ton.
Baca juga: Pemkab Nagan Raya tegur PKS permainkan harga TBS kelapa sawit petani
Pada tahun 2021 lalu, luas lahan kelapa sawit rakyat di Nagan Raya mencapai 52.558 Ha dengan jumlah produksi kelapa sawit sebanyak 98.620 ton.
Sedangkan produksi minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di Nagan Raya pada tahun 2024 mencapai 100.217 ton, dengan luas lahan tanam kelapa sawit 53.151,18 hektare.
Kecamatan Darul Makmur dan Tadu Raya merupakan daerah dengan produksi CPO tertinggi di Nagan Raya, Provinsi Aceh.
Nurchalis mengatakan akibat banyaknya hasil panen kelapa sawit petani di Nagan Raya, Aceh, yang tidak tertampung perusahaan pengolah kelapa sawit, telah menyebabkan petani di daerah tersebut merugi.
Kondisi ini terjadi karena kelapa sawit hasil panen petani yang sudah dibawa ke pabrik, tidak dapat dibeli oleh pihak perusahaan karena membusuk akibat terlalu lama mengantre di dalam truk saat akan dijual.
Selain itu, adanya prioritas perusahaan yang mengolah hasil panen sendiri, juga mengakibatkan hasil panen kelapa sawit masyarakat tidak dapat tertampung dengan baik.
“Saat ini Nagan Raya memiliki 11 pabrik pengolah kelapa sawit, dengan luasnya lahan sawit petani mencapai 53.151,18 hektare, maka sudah sepatutnya di Nagan Raya harus ada penambahan pabrik kepala sawit yang lebih banyak,” kata Nurchalis.
Sebagai solusi atas persoalan tersebut, kata dia, DPRA akan melakukan komunikasi bersama Pemerintah Kabupaten Nagan Raya, untuk bersama-sama mengatasi kesulitan petani sawit dalam menjual hasil panen, termasuk adanya penambahan pabrik kelapa sawit.
Dengan adanya penambahan pabrik kelapa sawit di Nagan Raya, maka ke depan diharapkan hasil panen petani dapat tertampung dengan baik dan harga yang pantas, serta dapat meningkatkan persaingan yang sehat dan terhindar dari indikasi permainan harga.
Dorong lahirnya pelabuhan cpo
Selain itu, Nurchalis juga siap membantu pemerintah daerah dalam melahirkan pelabuhan pengiriman minyak kelapa sawit mentah (CPO) melalui jalur laut.
Selain harganya pengiriman yang lebih murah dan ekonomis, kata dia, pengiriman minyak kelapa sawit mentah juga dapat menguntungkan pihak perusahaan karena jarak angkut yang lebih mudah dan menampung banyak minyak.
Keuntungan lainnya yaitu dapat mencegah tingginya keasaman minyak kelapa sawit yang berimbas pada turunnya harga jual ke pihak eksportir atau distributor besar.
Nurchalis mengatakan selama ini waktu tempuh pengiriman minyak kelapa sawit mentah ke Medan, Sumatera Utara dari Kabupaten Nagan Raya, Aceh mencapai dua hari tiga malam.
Akibat lamanya di perjalanan, banyak perusahaan yang rugi karena meningkatnya keasaman minyak kelapa sawit mentah sehingga terdapat pemotongan harga jual.
“Makanya ke depan ini kita mau dorong petani dan perusahaan kelapa sawit di Nagan Raya tidak lagi merugi, harus sama-sama untung demi peningkatan ekonomi,” kata Nurchalis.
Baca juga: Empat strategi Indonesia dorong hilirisasi sawit
Pewarta: Teuku Dedi IskandarEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025