Banda Aceh (ANTARA) - Praktisi hukum dan lingkungan Nurul Ikhsan di Aceh mendesak DPR Aceh (DPRA) maupun DPR kabupaten membentuk panitia khusus (pansus) guna menelusuri pelanggaran di sektor perkebunan yang berpotensi memicu konflik dengan masyarakat di Kabupaten Aceh Selatan.
"Kami mendesak DPRA maupun DPRK Aceh Selatan membentuk pansus untuk menelusuri dugaan pelanggaran, terutama lahan di sektor perkebunan. Dugaan pelanggaran ini berpotensi memicu konflik perusahaan dengan masyarakat," kata Nurul Ikhsan di Banda Aceh, Senin.
Ia mencontohkan dugaan pelanggaran oleh perusahaan-perusahaan perkebunan di wilayah Trumon Raya di Kabupaten Aceh Selatan. Dugaan pelanggaran tersebut di antaranya ada perusahaan disinyalir menggarap lahan yang belum memiliki status hak guna usaha (HGU).
Baca juga: Pemkot upayakan perluasan tanaman komoditi khas Salak Sabang
Kemudian, ada perusahaan yang diduga tidak menyediakan lahan minimal 20 persen dari HGU untuk pembangunan perkebunan rakyat atau program plasma. Program plasma tersebut merupakan perintah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang perkebunan.
"Tujuan pembentukan pansus untuk menelusuri dugaan pelanggaran. Jika dalam penelusuran ditemukan bukti pelanggaran, maka dilakukan penegakan hukum, baik tindak pidana maupun sanksi administratif berupa denda hingga pencabutan HGU," katanya.
Selain itu, kata dia, juga ada dugaan pembukaan lahan perusahaan perkebunan sawit yang tumpang tindih dengan lahan masyarakat maupun lahan yang masuk wilayah Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Padahal, Suaka Margasatwa Rawa Singkil tersebut merupakan kawasan lindung.
"Dalam undang-undang pekebunan tersebut ada kewajiban setiap pelaku usaha perkebunan meniaga dan memelihara kelestarian lingkungan. Kalau pansus menemukan pelanggaran, harus ditindaklanjuti baik tindak pidananya maupun sanksi administratif seperti pencabutan izin," katanya.
Nurul Ikhsan juga mengungkapkan dugaan perusahaan-perusahaan perkebunan di wilayah tersebut tidak melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CRS). Padahal, CSR merupakan kewajiban perusahaan diatur undang-undang.
Menurut dia, penelusuran dugaan pelanggaran tersebut juga upaya menyelesaikan konflik perkebunan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar. Ada di antaranya konflik tersebut berlangsung bertahun-tahun.
"Keberadaan pansus tersebut bisa menjadi solusi penyelesaian masalah, sehingga konflik yang menahun tersebut bisa diselesaikan. Serta perusahaan perkebunan yang melanggar ditindak tegas," kata Nurul Ikhsan.
Baca juga: BKSDA Aceh evakuasi orang utan terisolasi di perkebunan sawit
Pewarta: M.Haris Setiady AgusEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025