Tapaktuan (ANTARA Aceh) - Mahasiswa Politeknik Aceh Selatan (Poltas) mampu mengolah batu marmar menjadi produk bernilai jual dan telah dipasarkan sampai ke Ibukota Provinsi Aceh, Banda Aceh.
Kepala Laboratorium Poltas, Afdhal di Tapaktuan, Jumat mengatakan, potensi batu marmar di Aceh Selatan cukup besar, sehingga mahasiswa mengolahnya untuk menjadi produk bernilai jual.
Dikatakan, dengan berbekal ilmu yang diperoleh dari kampus tersebut, mahasiswa Jurusan Teknik Industri, telah berhasil mengolah batu alam menjadi produk bernilai jual seperti keramik, dan meja osin.
Ia mengatakan, Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Selatan melalui kontraktor yang ditunjuk, selama ini justru menggunakan bahan baku mamar tersebut, untuk membangun proyek tanggul laut (break water) yang jika dihitung jumlahnya sudah mencapai puluhan ribu kubik.
Ia menjelaskan, Kampus Poltas yang berdiri sejak tahun 2010 dengan empat program study yakni Teknik Mesin, Teknik Industri, Teknik Komputer dan Teknik Informatika, hingga saat ini sudah melahirkan dua angkatan alumni.
Khusus mahasiswa Teknik Industri, teknik pengolahan batu alam menjadi produk bernilai jual sudah mulai diajarkan sejak semester satu. Namun teknik pengajaran pengolahan batu alam itu secara full atau totalitas diterapkan pada semester V.
"Untuk Mahasiswa Teknik Industri di Poltas, khusus diajarkan teknik mengolah sumber daya alam bidang pertambangan khususnya bahan baku marmar," kata alumni Teknik Mesin Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh ini.
Bagi setiap mahasiswa ditargetkan harus mampu menguasai ilmu teknik industri khususnya pengolahan bahan baku batu alam menjadi produk bernilai jual sekitar 70 persen, sehingga ilmu yang didapat selama kuliah bisa diterapkan saat telah selesai kuliah nantinya," ujar dia.
Buktinya, dengan berbekal ilmu yang diperoleh dari kampus tersebut, mahasiswa Jurusan Teknik Industri, telah berhasil mengolah batu alam menjadi produk bernilai jual.
Menurutnya, bahan baku batu alam yang diolah menjadi berbagai produk rumah tangga itu dibeli dari seorang pengusaha di Desa Lhok Aman, Kecamatan Meukek, dengan harga satu mobil dump truck Rp1 juta lebih.
Sebagai bahan uji coba, pihaknya hanya membeli sebanyak 5 mobil. Bahan baku sebanyak itu sudah berhasil diolah menjadi sejumlah produk rumah tangga yang bernilai jual.
"Sebenarnya seluruh wilayah Kabupaten Aceh Selatan mulai Kecamatan Labuhanhaji Barat sampai Trumon Timur mengandung bahan baku mamar dengan cirikhas motif batunya antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya yang berbeda-beda, namun untuk uji coba ini kami memilih batu alam dari Kecamatan Meukek," sebut Afdhal.
Untuk satu kubik batu marmar ukuran besar, jika diolah bisa menghasilkan sebanyak 12 lembar keramik marmar dengan tebal 12 Cm dan panjang 120 Cm serta lebar 60 Cm.
"Selain keramik, marmar tersebut juga bisa diolah dengan menggunakan mesin bubut menjadi perabotan rumah tangga seperti cangkir, guci, toples lengkap dengan tutupnya, pass bunga, cobek, tempat pulpen, asbak rokok, meja osin, meja makan dan meja tamu lengkap dengan daun meja serta beberapa kursi," sebutnya.
Tidak hanya itu, sambungnya, bahan baku batu marmar tersebut juga bisa diolah menjadi produk kerajinan tangan seperti plakat dan tempat tisu serta berbagai produk lainnya.
Afdhal menyebutkan, produk keramik marmar ukuran 120 x 60 Cm dengan tebal 12 Cm dijual per lembarnya Rp750 ribu sampai Rp800 ribu.
Meja osin lengkap dengan kursi empat buah dijual seharga Rp4,5 juta, meja tamu Rp3,5 juta, meja makan Rp5 juta.
Untuk produk kerajinan tangan yang dihasilkan mahasiswa teknik industri Poltas, dijual dengan harga bervariasi yakni mulai Rp100 ribu sampai Rp1 juta.
"Produk-produk ini sudah banyak dipasarkan ke luar daerah berdasarkan pesanan yang kami terima. Rata-rata konsumen yang membeli produk tersebut berasal dari Banda Aceh dan beberapa konsumen lainnya dari luar Provinsi Aceh," sebutnya.
Menurutnya, munculnya daya tarik konsumen membeli produk-produk yang dihasilkan mahasiswa Poltas tersebut, berkat langkah promosi yang gencar dilakukan baik oleh pihak Poltas sendiri maupun Pemkab Aceh Selatan melalui Dekranasda, di ajang pameran baik di tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi di Banda Aceh.
Meskipun demikian, program yang dijalankan tersebut bukan tanpa hambatan. Menurut Afdhal, kendala utama yang dihadapi pihaknya selama ini adalah belum tersedianya Peralatan Forklip untuk mengangkut batu besar dari lokasi penumpukan ke ruang work shop.
Selama ini setiap melakukan praktikum, para mahasiswa harus meminjam Forklip milik Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) kelas III Tapaktuan.
"Forklip itu khusus digunakan untuk memindahkan batu besar ukuran antara 2 sampai 4 ton. Sedangkan terhadap batu ukuran dibawah 2 ton, langsung diangkut secara manual oleh para mahasiswa," ujarnya.
Kendala lainnya, sambung Afdhal, terkait dengan ketersediaan gedung. Sebab selama ini tidak ada pemisahan antara tempat belajar dengan tempat praktik, sehingga mahasiswa yang sedang belajar terganggu dengan suara mesin yang membuat suasana bising.
"Untuk pemisahan antara ruang belajar dengan ruang praktik itu, sedang kami rancang yang berencana akan dilakukan pelebaran ke samping, sehingga para mahasiswa tidak terganggu," jelasnya.
Kepala Laboratorium Poltas, Afdhal di Tapaktuan, Jumat mengatakan, potensi batu marmar di Aceh Selatan cukup besar, sehingga mahasiswa mengolahnya untuk menjadi produk bernilai jual.
Dikatakan, dengan berbekal ilmu yang diperoleh dari kampus tersebut, mahasiswa Jurusan Teknik Industri, telah berhasil mengolah batu alam menjadi produk bernilai jual seperti keramik, dan meja osin.
Ia mengatakan, Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Selatan melalui kontraktor yang ditunjuk, selama ini justru menggunakan bahan baku mamar tersebut, untuk membangun proyek tanggul laut (break water) yang jika dihitung jumlahnya sudah mencapai puluhan ribu kubik.
Ia menjelaskan, Kampus Poltas yang berdiri sejak tahun 2010 dengan empat program study yakni Teknik Mesin, Teknik Industri, Teknik Komputer dan Teknik Informatika, hingga saat ini sudah melahirkan dua angkatan alumni.
Khusus mahasiswa Teknik Industri, teknik pengolahan batu alam menjadi produk bernilai jual sudah mulai diajarkan sejak semester satu. Namun teknik pengajaran pengolahan batu alam itu secara full atau totalitas diterapkan pada semester V.
"Untuk Mahasiswa Teknik Industri di Poltas, khusus diajarkan teknik mengolah sumber daya alam bidang pertambangan khususnya bahan baku marmar," kata alumni Teknik Mesin Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh ini.
Bagi setiap mahasiswa ditargetkan harus mampu menguasai ilmu teknik industri khususnya pengolahan bahan baku batu alam menjadi produk bernilai jual sekitar 70 persen, sehingga ilmu yang didapat selama kuliah bisa diterapkan saat telah selesai kuliah nantinya," ujar dia.
Buktinya, dengan berbekal ilmu yang diperoleh dari kampus tersebut, mahasiswa Jurusan Teknik Industri, telah berhasil mengolah batu alam menjadi produk bernilai jual.
Menurutnya, bahan baku batu alam yang diolah menjadi berbagai produk rumah tangga itu dibeli dari seorang pengusaha di Desa Lhok Aman, Kecamatan Meukek, dengan harga satu mobil dump truck Rp1 juta lebih.
Sebagai bahan uji coba, pihaknya hanya membeli sebanyak 5 mobil. Bahan baku sebanyak itu sudah berhasil diolah menjadi sejumlah produk rumah tangga yang bernilai jual.
"Sebenarnya seluruh wilayah Kabupaten Aceh Selatan mulai Kecamatan Labuhanhaji Barat sampai Trumon Timur mengandung bahan baku mamar dengan cirikhas motif batunya antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya yang berbeda-beda, namun untuk uji coba ini kami memilih batu alam dari Kecamatan Meukek," sebut Afdhal.
Untuk satu kubik batu marmar ukuran besar, jika diolah bisa menghasilkan sebanyak 12 lembar keramik marmar dengan tebal 12 Cm dan panjang 120 Cm serta lebar 60 Cm.
"Selain keramik, marmar tersebut juga bisa diolah dengan menggunakan mesin bubut menjadi perabotan rumah tangga seperti cangkir, guci, toples lengkap dengan tutupnya, pass bunga, cobek, tempat pulpen, asbak rokok, meja osin, meja makan dan meja tamu lengkap dengan daun meja serta beberapa kursi," sebutnya.
Tidak hanya itu, sambungnya, bahan baku batu marmar tersebut juga bisa diolah menjadi produk kerajinan tangan seperti plakat dan tempat tisu serta berbagai produk lainnya.
Afdhal menyebutkan, produk keramik marmar ukuran 120 x 60 Cm dengan tebal 12 Cm dijual per lembarnya Rp750 ribu sampai Rp800 ribu.
Meja osin lengkap dengan kursi empat buah dijual seharga Rp4,5 juta, meja tamu Rp3,5 juta, meja makan Rp5 juta.
Untuk produk kerajinan tangan yang dihasilkan mahasiswa teknik industri Poltas, dijual dengan harga bervariasi yakni mulai Rp100 ribu sampai Rp1 juta.
"Produk-produk ini sudah banyak dipasarkan ke luar daerah berdasarkan pesanan yang kami terima. Rata-rata konsumen yang membeli produk tersebut berasal dari Banda Aceh dan beberapa konsumen lainnya dari luar Provinsi Aceh," sebutnya.
Menurutnya, munculnya daya tarik konsumen membeli produk-produk yang dihasilkan mahasiswa Poltas tersebut, berkat langkah promosi yang gencar dilakukan baik oleh pihak Poltas sendiri maupun Pemkab Aceh Selatan melalui Dekranasda, di ajang pameran baik di tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi di Banda Aceh.
Meskipun demikian, program yang dijalankan tersebut bukan tanpa hambatan. Menurut Afdhal, kendala utama yang dihadapi pihaknya selama ini adalah belum tersedianya Peralatan Forklip untuk mengangkut batu besar dari lokasi penumpukan ke ruang work shop.
Selama ini setiap melakukan praktikum, para mahasiswa harus meminjam Forklip milik Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) kelas III Tapaktuan.
"Forklip itu khusus digunakan untuk memindahkan batu besar ukuran antara 2 sampai 4 ton. Sedangkan terhadap batu ukuran dibawah 2 ton, langsung diangkut secara manual oleh para mahasiswa," ujarnya.
Kendala lainnya, sambung Afdhal, terkait dengan ketersediaan gedung. Sebab selama ini tidak ada pemisahan antara tempat belajar dengan tempat praktik, sehingga mahasiswa yang sedang belajar terganggu dengan suara mesin yang membuat suasana bising.
"Untuk pemisahan antara ruang belajar dengan ruang praktik itu, sedang kami rancang yang berencana akan dilakukan pelebaran ke samping, sehingga para mahasiswa tidak terganggu," jelasnya.
Pewarta: Pewarta : HendrikUploader : Salahuddin Wahid
COPYRIGHT © ANTARA 2025