"Provinsi Aceh khususnya Kabupaten Aceh Selatan sejak lama berlaku syariat Islam, sudah selayaknya semua masyarakat yang tinggal di daerah ini ikut menghormatinya," kata Mayfendri kepada wartawan di Tapaktuan, Selasa.
Permintaan itu disampaikan Mayfendri menyikapi telah viralnya foto tiga orang pegawai wanita di KPP Tapaktuan yang bertugas di bagian pelayanan yang diunggah oleh seseorang di media sosial dalam kondisi tidak memakai jilbab.
"Foto yang diunggah di wall facebook seseorang warga Aceh Selatan sejak beberapa hari lalu itu telah viral. Beragam komentar dilontarkan kalangan masyarakat di media sosial tersebut," ungkap Mayfendri.
Karena itu, Mayfendri meminta kepada pimpinan KPP Tapaktuan agar menertibkan dan membina para pegawai di kantor itu agar ke depannya dapat lebih menghormati adat istiadat dan kearifan lokal di daerah itu, sehingga nama baik kantor yang mengurusi perpajakan tersebut tidak tercoreng dimata masyarakat Aceh Selatan.
"Jika memang para pegawai itu dari non-muslim yang berasal dari luar Aceh, maka hendaknya dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan di Aceh Selatan yang menjunjung tinggi syariat Islam. Hal-hal seperti ini hendaknya mendapat perhatian serius dari pejabat terkait," pintanya.
Sementara itu, Kasubbag Umum KPP Tapaktuan, Anhar menyatakan pasca beredarnya foto pegawai perempuan di kantornya sedang melayani masyarakat dalam kondisi tidak berjilbab di media sosial facebook, pihaknya telah mengambil kebijakan tegas berupa pergeseran tempat kerja.
"Iya benar, kami telah mengetahui dan menerima laporan terkait beredarnya foto tersebut. Terhadap pegawai dimaksud telah kami pindahkan tempat kerjanya ke ruangan bagian dalam. Posisi bidang pelayanan masyarakat di luar ruangan sudah diganti dengan pegawai laki-laki," ungkap Anhar.
Jauh-jauh hari sebelumnya, aku Anhar, pihaknya telah pernah menyampaikan seruan atau permintaan kepada pegawai dimaksud agar memakai jilbab saat bekerja di tempat pelayanan masyarakat.
Namun, kata dia, permintaan itu hanya diindahkan selama beberapa hari, setelah itu kembali mengulangi perbuatan yang sama.
"Persoalan ini merupakan hal yang delematis kami hadapi selama ini. Sebab di satu sisi masyarakat menuntut agar pegawai menjalankan syariat Islam dalam berbusana. Sementara disisi lain mayoritas pegawai di kantor ini merupakan orang luar Aceh Selatan yang rata-rata non-muslim. Hanya empat orang yang warga Aceh Selatan asli," ungkapnya.
Pewarta: Hendrik
COPYRIGHT © ANTARA 2025