Banda Aceh (ANTARA) - Komisi VII DPR mempertanyakan harga Semen Andalas yang diproduksi di Provinsi Aceh tepatnya di Pabrik PT Solusi Bangun Andalas (SBA) Kabupaten Aceh Besar, harga jualnya lebih mahal dari produk sejenis di Sumatera Utara.
"Kami mendapati bahwa harga semen yang diproduksi PT Solusi Bangun Andalas dijual di Aceh lebih mahal dan di Medan lebih murah," kata Ketua komisi VII Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay di Aceh Besar, Jumat.
Pernyataan itu disampaikan di sela-sela kunjungan kerja reses Komisi VII DPR RI pada Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026 ke PT SBA, Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Baca juga: Komisi VII DPR RI ajak UKM Aceh bangun ekosistem usaha dari hulu ke hilir
Ia menjelaskan seharusnya harga semen yang diproduksi di Aceh bisa lebih murah karena semua bahan baku tersedia dan tidak terbebani dengan ongkos angkut yang tinggi.
Ia menyebutkan harga semen SBA di tingkat distributor di Aceh mencapai Rp64 ribu per sak dan eceran Rp66 ribu per sak. Sementara harga di Medan Sumatera Utara harga per sak Rp51 ribu ditambah ongkos angkut Rp11 ribu menjadi Rp62 ribu per sak tingkat eceran masih lebih murah dari Aceh.
"Ini menjadi temuan kami dalam masa reses dan ini menjadi perhatian untuk segera disesuaikan harganya solusi oleh SBA, SBI dan SGI sebagai group. Harga semen per sak sudah ditambah ongkos angkut juga lebih mahal dari produk semen lainnya di pasaran," katanya.
Karena itu, ia meminta PT SBI sebagai perusahaan induk bersama PT SBA dapat segera mengontrol harga pasar sehingga harga jual tidak lebih mahal untuk masyarakat Aceh.
"Terkait harga jual lebih mahal dari pada Medan, ini sudah kita berikan PR (Pekerjaan Rumah) kepada, tadi Semen Andalas, pemerintah pusat juga kita kasih PR kepada pemerintah daerah agar duduk bersama untuk mencari solusi yang terbaik. Kami juga akan memantau terus dan membahas kembali nanti sehingga adanya penyesuaian harga di Aceh," katanya.
Menurut dia, kehadiran perusahaan harus benar-benar bermanfaat kepada masyarakat dan harga jual pun juga harus lebih murah di daerah produksi.
Dalam pertemuan tersebut, Tim Komisi VII juga meminta SBA untuk mengoptimalkan potensi yang ada di perusahaan tersebut seperti mengoptimalkan pembangkit listrik dan produksi yang saat ini baru 1,2 juta ton dari kapasitas 1,8 juta ton.
"Peningkatan produksi tentu akan memberikan dampak positif kepada perusahaan, daerah dan masyarakat," katanya.
Pihaknya mendengarkan adanya kendala dalam mengoptimalkan potensi itu yakni mesin pembangkit tidak beroperasi sehingga menimbulkan biaya besar dalam operasional.
Dalam kesempatan tersebut pihaknya juga meminta pihak perusahaan memaksimalkan tenaga kerja lokal sehingga kehadiran perusahaan memberikan dampak luas.
Karena itu ia berharap persoalan harga semen di Aceh dapat dibahas di level kementerian sehingga harga jual berbagai produk di daerah produksi lebih murah dari daerah lainnya, dan persoalan tersebut tidak terjadi di daerah lain.
Bupati Aceh Besar Muharram Idris menambahkan, persoalan harga semen di Aceh lebih mahal dari Sumatera Utara sudah lama terjadi.
"Kami sebelumnya juga pernah membahas terkait harga tersebut. Semoga dengan kehadiran Komisi VII DPR dapat menyelesaikan persoalan harga tersebut," katanya.
Plt Direktur Utama SBI Asruddin mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti terhadap masukan yang disampaikan oleh Komisi VII DPR RI.
Adapun tim kunjungan kerja reses Komisi VII DPR RI pada Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026 ke Provinsi Aceh yakni Saleh Partaonan Daulay (ketua tim), Chusnunia Chalim (wakil ketua tim), Evita Nursanty (wakil ketua tim), Lamhot Sinaga (wakil ketua tim).
Serta Novita Hardini, T Zulkarnaini Ampon Bang, Mujakkir Zuhri, Jamal Mirdad, Jefry Romdonny, Siti Mukaromah, Tifatul Sembiring, dan Iman Adinugraha, masing-masing sebagai anggota tim.
Baca juga: SBI rombak jajaran direksi dan komisaris lewat RUPS-LB, berikut ini nama-namanya
Pewarta: M IfdhalEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025