Banda Aceh (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum Aceh mencatat capaian penting dalam upaya memperkuat perlindungan kekayaan intelektual di tingkat akar rumput. 

Melalui program Teuku Umar (Tim Edukasi Kekayaan Intelektual untuk Masyarakat Aceh), tiga Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) Syariah di Kabupaten Aceh Utara berhasil mendaftarkan merek kolektif dan menjadi pionir di Indonesia.

Ketiga koperasi tersebut yakni KDMP Syariah Gampong Cot Patisah, yang memproduksi tikar anyaman serta KDMP Syariah Gampong Ulee Rubek Timur, yang mendaftarkan dua kelas merek sekaligus untuk produk garam dan ikan asin. 

Langkah ini menandai babak baru dalam upaya pemerintah memperkuat posisi ekonomi desa melalui perlindungan hukum atas produk unggulan masyarakat.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Aceh, Meurah Budiman, mengatakan bahwa inisiatif ini merupakan wujud konkret dukungan Kanwil terhadap arah kebijakan nasional, khususnya program Kopdes Merah Putih yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

"Program Teuku Umar adalah bentuk sinergi nyata antara visi nasional dan aksi lokal. Kami ingin memastikan masyarakat Aceh, khususnya para pelaku usaha di desa, bisa naik kelas melalui kepemilikan merek kolektif yang sah secara hukum, " ujar Meurah Budiman di Banda Aceh, Selasa.

Baca: Kemenkum Aceh ajak masyarakat daftarkan kekayaan intelektual

Ia menegaskan bahwa keberhasilan tiga KDMP di Aceh Utara ini menjadi tonggak sejarah bagi gerakan Kopdes Merah Putih, karena menjadi merek kolektif di Indonesia yang resmi terdaftar di DJKI.

"Ini bukan hanya capaian keberhasilan, tapi juga simbol kemandirian ekonomi desa di bawah payung hukum," tambahnya.

Sementara itu, Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkum Aceh Purwandani H Pinilihan menjelaskan bahwa pendampingan dilakukan secara intensif sejak awal.

"Kami turun langsung ke lapangan untuk melakukan edukasi, asistensi, dan fasilitasi. Hasilnya, tiga koperasi desa merah putih di Aceh Utara kini memiliki identitas hukum yang jelas atas produknya. Ini langkah awal menuju desa berdaya dan berdaulat," ujar Purwandani.

Program Teuku Umar lahir dari kebutuhan untuk memperluas literasi kekayaan intelektual di tingkat masyarakat. 

Melalui pendekatan partisipatif, Kanwil Kemenkum Aceh berupaya menjadikan kekayaan intelektual bukan sekadar dokumen legal, tetapi sebagai strategi pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Keberhasilan ini sekaligus menegaskan bahwa Aceh kembali menjadi pelopor bukan hanya dalam budaya dan sejarah, tetapi juga dalam memastikan perlindungan hak ekonomi masyarakatnya melalui instrumen hukum yang modern dan berpihak pada rakyat.

Baca: Kemenkum sudah sahkan 80.068 koperasi merah putih, lampaui target
 



Pewarta: Redaksi
Editor : M.Haris Setiady Agus
COPYRIGHT © ANTARA 2025