Banda Aceh (ANTARA) - Konflik berkepanjangan Aceh selama 30 tahun terjadi akibat ketidakadilan ekonomi, pemicunya adalah pembagian hasil gas alam di tanah rencong tak sepenuhnya dirasakan masyarakat sekitar.

Pasca perdamaian MoU Helsinki 20 tahun silam, melalui UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA), kini Aceh mendapatkan 70 persen dari hasil minyak dan gas (migas) nya dibawah 12 mil laut, dan 30 persen diatas 12 mil laut.

Kebijakan yang diraih berkat perdamaian itu, membuka peluang besar bagi masyarakat Aceh untuk menumbuhkan perekonomiannya lewat industri hulu migas di tanah mereka.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, nilai produk domestik regional bruto (PDRB) atas harga konstan 2010 (ADHK) tanpa migas pada triwulan I 2025 menurun sebesar Rp2,62 triliun dari Rp39,34 triliun, artinya menjadi 36,73 triliun.

Baca juga: Komisi XII DPR RI: KKKS di Aceh harus percepat eksploitasi jika temukan cadangan migas

 

Kemudian, dari sisi pembagian dana bagi hasil (DBH) migas, pada 2025 ini Aceh mendapatkan sebesar Rp100,03 miliar, naik jika dibandingkan dari 2024 67,87 miliar. Tetapi, menurun drastis bila disandingkan dengan DBH Migas 2023 yang mencapai Rp252 miliar lebih.

Melihat kondisi ini, maka perlu adanya peningkatan kegiatan industri hulu migas Aceh, sehingga DBH Aceh tahun selanjutnya mampu mendongkrak anggaran pendapatan dan belanja Aceh (APBA).

Pada dasarnya, kehadiran industri hulu migas memiliki peran penting terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh, baik langsung maupun tidak langsung. Diantaranya, peningkatan melalui bagi DBH migas yang masuk ke kas daerah.

Dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, serta program kesejahteraan masyarakat lainnya.

Menciptakan lapangan kerja. Sejak tahapan eksplorasi hingga produksinya, migas dapat menyerap banyak tenaga kerja, baik putra-putri daerah maupun nasional.

Tak hanya itu, kehadiran hulu migas juga memberikan multiplier efek lewat kegiatan pendukungnya, yaitu transportasi, perhotelan, katering, logistik, serta jasa lainnya.

Kemudian, ikut mendorong munculnya kontraktor lokal pada bidang jasa konstruksi, penyedia barang, serta perawatan fasilitas migas. 

Kondisi ini juga didukung oleh ketentuan pemerintah yang menargetkan penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) barang dan jasa untuk kegiatan migas mencapai 59 persen.

Baca juga: Datangi BPMA, Komisi XII DPR dorong konsep PI dalam pengelolaan migas Aceh
 

Harapan keterlibatan warga lokal di hulu migas

Pemerintah Aceh berharap keterlibatan masyarakat lokal dalam eksploitasi minyak dan gas bumi di Aceh. Hal ini menyusul adanya temuan cadangan gas skala besar, di perairan Andaman oleh perusahaan asal Uni Emirat Arab (UEA) yakni Mubadala Energi.

Seperti diketahui, Mubadala Energy telah menemukan dua cadangan gas besar di Blok South Andaman, Aceh, lepas pantai utara Sumatera yakni di sumur layaran-1 dan Tangkulo-1.

Penemuan pertama mereka adalah di sumur Layaran-1 sekitar 100 kilometer dari lepas pantai utara Sumatera pada Desember 2023, potensinya lebih dari 6 trillion cubic feet (TCF) gas. 

Kemudian, penemuan kedua di sumur Tangkulo-1 sekitar 65 kilometer dari lepas pantai utara Sumatera pada Mei 2024. Dan ini menambah potensi lebih dari 2 TCF gas.

Sehingga, dengan dua temuan cadangan gas tersebut, maka totalnya sekitar 8 TCF, dan berpotensi menjadikannya sebagai salah satu ladang gas terbesar di Asia Tenggara. 

Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah saat diwawancarai usai menggelar pertemuan dengan Komisi XII DPR RI di kantor BPMA, Kamis (11/9/2025) menegaskan bahwa Pemerintah Aceh terus menjaga iklim investasi sektor migas di Aceh dengan menghadirkan keamanan dan kenyamanan, dan ini menjadi prioritas.

"Saat ini kita tahu bahwa tingkat kriminal terendah adalah di Aceh, makanya dengan kenyamanan dan keamanan terjamin, Insya Allah pasti investor banyak datang ke Aceh," katanya.

Dalam kesempatan ini, dirinya juga berharap pemerintahan di pusat baik legislatif maupun eksekutif termasuk BPH Migas, benar-benar dapat melibatkan Aceh dalam pengelolaan migas yang telah ditemukan cadangannya tersebut.

Jangan kemudian membuat masyarakat Aceh hanya menjadi penonton. Apalagi, temuan cadangan dari Mubadala Energy ini ditargetkan bakal berproduksi pada 2028 nanti.

"Kita juga sudah sampaikan ke Mubadala Energy soal temuan migas di Andaman, jangan jadikan Aceh penonton, tapi dilibatkan kami, dan Insya Allah kami siap dan kita persiapkan putra putri terbaik," harap Fadhlullah.


Baca juga: BPMA: Realisasi lifting kondensat Aceh 2025 capai 200.000 barel


Capaian industri hulu migas Aceh

Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) mencatat realisasi produksi industri hulu Migas hingga Maret (kuartal I) 2025 di wilayah kerja (WK) Aceh mencapai 18.407 barel, melebihi target yang ditetapkan.

"Alhamdulillah, kinerja industri hulu migas di wilayah kerja Aceh pada kuartal I tahun 2025 menunjukkan capaian positif, melebihi target," kata Kepala Divisi Operasi Produksi BPMA, Hafizullah, di Banda Aceh, Rabu (7/5/2025).

Dirinya menyebutkan, hingga Maret 2025, realisasi produksi minyak oleh 
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) wilayah kerja Aceh tercatat sebesar 18.407 barel minyak ekuivalen per hari (BOEPD).

"Angka itu, setara 118 persen dari target work plan and budget (WP&B) tahun 2025 sebesar 15.652 BOEPD," ujarnya.

Realisasi 18.407 barel per hari tersebut merupakan hasil pembagian dari produksi 2.177 barel minyak per hari (BOPD) dan gas sebesar 90,89 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).

Dirinya merincikan, selama periode Januari-Maret 2025, produksi minyak KKKS wilayah kerja Aceh mencapai 2.177 barel minyak per hari (BOPD) atau 131 persen dari target WP&B sebesar 1.665 BOPD. 

Sementara produksi gas bumi tercatat 90,89 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau setara dengan 116 persen dari target sebesar 78,33 MMSCFD. 

Dalam kesempatan ini, Kepala BPMA, Nasri Djalal menyatakan capaian ini berkat dukungan dan sinergi semua pihak, termasuk Pemerintah Aceh, Kementerian ESDM, kontraktor migas KKKS, serta masyarakat Aceh.


Baca juga: Antisipasi kelangkaan, Gubernur Aceh usulkan tambahan kuota LPG dan biosolar subsidi

 

Lifting kondensat

Disisi lain, BPMA juga mencatat realisasi lifting kondensat oleh sejumlah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dari wilayah kerja (WK) B Aceh Utara hingga awal semester II 2025 ini telah mencapai 200.701 barel. 

Kepala Divisi Operasi BPMA, Hafizullah, mengatakan, total lifting kondensat dari WK B sebesar 200 ribu barel lebih tersebut telah melampaui target yang ditetapkan yakni 183,3 ribu barel atau 864 barel per hari.

"Total lifting WK B telah mencapai 200.701 barel atau 109 persen dari target. Artinya, tingkat lifting ini sudah melebihi target WP&B 2025 sebesar 183,3 ribu barel," kata Hafizullah.

Kapal MT Maersk Magellan saat lifting kondensat dari Aceh menuju TIS Petroleum (Asia) PTE LTD Thailand, di Aceh Utara, Jumat (25/7/2025). (ANTARA/HO/BPMA)

Kondensat tersebut sebagiannya ada yang tujuan ekspor dalam hal ini ke negara Thailand dan juga tujuan domestik yaitu kilang TPPI Tuban, Provinsi Jawa Timur.

Realisasi lifting ini menunjukkan angka capaian yang memuaskan. Maka, dengan sisa waktu tahun berjalan ini, BPMA optimis tingkat lifting kondensat WK B dapat terus melampaui target direncanakan.

"Dengan dipertahankannya realisasi lifting pada awal semester II 2025 ini, diharapkan realisasi lifting hingga akhir tahun dapat sesuai bahkan lebih dari yang telah direncanakan BPMA dalam WP&B," ujar Hafizullah.

Disisi lain, Pengawas lifting BPMA, Irfansyah, menyampaikan bahwa pada akhir Juli 2025 ini, BPMA bersama KKKS yaitu PT Pema Global Energi (PGE) telah melakukan lifting kondensat 87,1 ribu barel yang diekspor ke TIS Petroleum (Asia) PTE LTD Thailand.

"Pada semester II awal ini, sebanyak 87,1 ribu barel berhasil ditransfer ke kapal MT Maersk Magellan untuk dibawa ke TIS Petroleum (Asia) PTE LTD di Thailand," kata Irfansyah.

Baca juga: BPMA dan PGE lakukan parameter tes seismik 3D di WK B untuk optimalkan eksplorasi


TKDN

BPMA juga mempertahankan realisasi komitmen Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) gabungan barang dan jasa pada proyek hulu migas hingga 69 persen, melampaui target pemerintah (nasional) 2025 sebesar 59 persen.

"Ini menunjukkan tren yang positif terkait konsistensi industri hulu migas dalam memberdayakan kapasitas dalam negeri," kata Deputi Dukungan Bisnis BPMA, Edy Kurniawan.

Dirinya menyebutkan, target minimum TKDN yang ditetapkan pemerintah untuk 2025 sebesar 59 persen. Tetapi, BPMA mencatat realisasi komitmen TKDN nya hingga Juli 2025 mencapai 69 persen dari total kontrak pengadaan hulu migas sebesar US$ 21,09 juta (Rp326,96 miliar).

Edy menyampaikan, BPMA bersama seluruh KKKS memiliki komitmen mendukung industri lokal dalam negeri agar terlibat dalam kegiatan proyek hulu migas.

"Termasuk upaya kita mendorong tumbuhnya pengusaha baru di sektor penunjang hulu migas, sehingga dapat memperkuat kemandirian industri nasional," ujarnya.

Ilustrasi - Para pekerja saat melihat barang yang akan digunakan untuk kegiatan hulu migas di Aceh, Kamis (23/1/2025). (ANTARA/HO/BPMA)

Sementara itu, Kadiv Pengelolaan Aset dan Rantai Suplai BPMA, Iskandar Muda menyampaikan pihaknya optimis pencapaian realisasi komitmen TKDN hulu migas dapat melampaui target dengan outlook mencapai 64,55 persen hingga akhir 2025.

Karena itu, BPMA terus melakukan pengawasan terhadap seluruh KKKS untuk memastikan penggunaan barang dan jasa dalam negeri pada tahap perencanaan sebagaimana ketentuan pedoman tata kerja (PTK) BPMA.

"Kita berharap produk dalam negeri semakin mampu bersaing di pasar global, dan terciptanya pergerakan peningkatan investasi dalam menciptakan pertumbuhan perekonomian daerah dan nasional dengan kehadiran industri hulu migas ini," kata Iskandar.

Baca juga: Resmi dilantik, Perhapi Aceh fokus pada bimbingan keselamatan kerja pertambangan
 


Asa baru dari sumur minyak rakyat

Kehadiran Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja Untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi yang dapat melegalkan sumur minyak rakyat menjadi harapan baru perekonomian Aceh dari sektor migas.

Pemerintah Aceh telah mengusulkan sebanyak 1.762 sumur minyak rakyat kepada Kementerian ESDM untuk mendapatkan legalitas dalam aktivitasnya, serta mendorong mempersiapkan badan usaha pengelolaannya.

"Untuk sementara (yang telah diusulkan ke pusat) 1.762 sumur. Jumlah ini masih akan diklarifikasi lagi," kata Kabid Minyak dan Gas Bumi Dinas ESDM Aceh, Dian Budi Dharma.

Adapun sumur minyak rakyat yang telah diusulkan tersebut tersebar di empat kabupaten, yakni Bireuen 67 sumur, Aceh Utara 18 sumur, Aceh Timur 780 sumur, Aceh Tamiang 873 sumur dan dalam wilayah kerja Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) 24 sumur.

Syarat untuk legalisasi izin sumur minyak rakyat tersebut hanya bagi sumur minyak rakyat yang sudah beroperasi sejak lama, dan bukan sumur baru.

Ilustrasi - Petugas Pertamina saat meninjau sumur minyak rakyat di Aceh. (ANTARA FOTO/Rahmad)

Disisi lain, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia mencatat ada 30 ribu sumur rakyat yang siap mendongkrak lifting minyak nasional guna mencapai target APBN sebesar 605 ribu barel per hari (bph).

Sebagian besar sumur rakyat berlokasi di Pulau Sumatera, seperti di Aceh, Sumatera Selatan dan Jambi.

Berdasarkan Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tersebut, sumur rakyat itu akan dikelola oleh koperasi, badan usaha milik daerah (BUMD), atau usaha kecil dan menengah (UKM) milik masyarakat di daerah tersebut.

Nantinya, perusahaan minyak dan gas bumi (migas) atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang beroperasi di dekat sumur rakyat bakal membeli produksi sumur rakyat seharga 70–80 persen dari ICP.

Saat ini, Pemerintah Aceh masih melakukan pendataan dan finalisasi pemenuhan syarat legalisasi sumur minyak rakyat agar dapat segera diusulkan kembali Kementerian ESDM.

"Kita harus fokus pada percepatan pemenuhan persyaratan yang diperlukan agar sumur minyak masyarakat dapat segera dikelola secara resmi," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, M Nasir.

Pernyataan itu disampaikan M Nasir saat memimpin rapat tindak lanjut penanganan dan penetapan sumur minyak masyarakat bersama stakeholder terkait, di kantor Gubernur Aceh, Senin (22/9/2025).

M Nasir menekankan, pertemuan ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi kendala di lapangan, sehingga pengelolaan sumur minyak masyarakat dapat segera direalisasikan sesuai ketentuan berlaku.

Dirinya menilai, potensi sumur minyak tersebut dapat memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat apabila dikelola dengan baik kedepannya.

"Jika sumur-sumur yang ada ini dikelola secara profesional dan terukur, tidak butuh waktu lama bagi masyarakat Aceh untuk makmur," ujarnya.

Pemerintah Aceh, lanjut dia, berkomitmen terus memperkuat koordinasi dalam penataan sumur minyak masyarakat ini, dan diharapkan mampu mempercepat proses pengelolaan secara resmi.

"Semoga potensi sumur minyak ini dapat meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, sekaligus memperkuat ketahanan energi, khususnya di Aceh," pungkas M Nasir.


Baca juga: Polda Aceh dorong pemerintah daerah buat regulasi tambang rakyat



Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025