Banda Aceh (ANTARA) - Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, menyatakan dukungan penuh terhadap percepatan pengakuan hutan adat di wilayah Aceh Selatan.
“Pengakuan hutan adat ini penting agar masyarakat dapat memanfaatkan hutan secara berkelanjutan untuk kesejahteraan bersama sekaligus menjaga kelestariannya,” kata Mirwan.
Hal tersebut disampaikan Mirwan saat menerima tim Pusat Riset Hukum, Islam, dan Adat (PRHIA) Universitas Syiah Kuala (USK) di Pendopo Bupati, Aceh Selatan, pada Jumat.
Baca juga: Tim Pansus DPRK Aceh Besar kaji perubahan status hutan lindung
Mirwan menyampaikan bahwa Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan siap memfasilitasi seluruh tahapan administrasi dan koordinasi lintas dinas untuk mempercepat proses tersebut.
“Kami siap menyiapkan seluruh administrasi yang dibutuhkan. Kita akan koordinasikan dengan dinas terkait agar proses ini berjalan sesuai arahan dan regulasi. Aceh Selatan siap menjadi contoh pengelolaan hutan adat yang maju dan produktif,” katanya.
Dalam pertemuan itu, ia juga mengajak seluruh pihak termasuk tim peneliti dari USK untuk berkolaborasi dalam mewujudkan percepatan pengakuan dan perlindungan hutan adat.
“Harapannya, langkah ini dapat mempercepat proses legalitas pengakuan hutan adat di Aceh Selatan. Saya minta semua pihak terkait mengambil langkah konkret untuk percepatan ini,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Dewan Pakar PRHIA, M. Adli Abdullah, menyampaikan bahwa kedatangan tim merupakan tindak lanjut dari rencana pertemuan Rektor USK dengan Bupati Aceh Selatan yang diagendakan pada awal tahun ini.
“Kami datang ke Aceh Selatan atas arahan Prof. Marwan, Rektor USK, untuk membicarakan tindak lanjut proses pengakuan hutan adat di daerah ini,” katanya.
Lebih lanjut, Adli menjelaskan bahwa tanah pada dasarnya terbagi ke dalam dua kategori, yaitu tanah negara dan tanah adat. Adapun dalam rangka memberikan pengakuan serta perlindungan terhadap Masyarakat Hukum Adat (MHA), bupati dan wali kota memiliki kewenangan untuk membentuk Panitia Penetapan MHA di tingkat kabupaten/kota.
Dia menambahkan bahwa apabila merujuk Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat maka proses pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat ini dilaksanakan melalui tahapan yang sistematis, dimulai dari pembentukan panitia, identifikasi MHA, verifikasi, dan validasi.
“Hasil proses ini kemudian ditetapkan melalui SK Bupati sebagai dasar bagi pemerintah pusat untuk memverifikasi usulan penetapan hutan adat,” katanya.
Baca juga: KLHK sambut positif usulan hutan adat di Subulussalam
Pewarta: Nurul HasanahEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025