Banda Aceh (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Provinsi Aceh, mendamaikan perkara penganiayaan berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ), sehingga kasus tersebut tidak diselesaikan pada persidangan di pengadilan.

Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Bireuen, Rabu, mengatakan proses perdamaian perkara penganiayaan tersebut melibatkan jaksa fasilitator serta tersangka dan korban didampingi keluarga dan perangkat desa masing-masing.

"Perkara ini dengan tersangka berinisial DM dan korban Adli. Dalam proses perdamaian tersebut, kedua pihak saling bermaafan yang disaksikan keluarga dan aparat desa. Tersangka juga berjanji tidak mengulangi perbuatannya," katanya.

Munawal Hadi menjelaskan penganiayaan terjadi di sebuah warung kopi di Desa Bandar Bireuen, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen, pada 1 Juni 2025 sekira pukul 03.00 WIB.

Saat itu, kata dia, korban hendak menonton tayangan sepak bola di televisi. Tiba-tiba, Adli dihadang DM seraya mengatak kepada korban agar menghapus rekaman video. 

"Korban menjawab video akan dihapus di depan Kapolres seraya masuk dan duduk di warung kopi tersebut. DM juga mengikuti korban masuk ke warung tersebut," kata Munawal Hadi.

Kemudian, DM memegang kerah baju dan menariknya korban. Korban berusaha melepaskan diri hingga jatuh dan terlentang. DM mencengkeram wajah korban dengan kedua tangannya hingga menyebabkan matanya berdarah.

"Korban akhirnya berhasil melepaskan diri dan kembali ke warung kopi untuk mencuci muka. Korban melaporkan kejadian tersebut ke kantor polisi," katanya.

Perbuatan korban, kata dia, melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman paling lama dua tahun delapan bulan penjara.

Mantan Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Aceh itu menyebutkan perdamaian merupakan syarat penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif. 

Berdasarkan berita acara perdamaian, Kejari Bireuen meneruskannya ke Kejaksaan Tinggi Aceh guna mendapatkan persetujuan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum untuk penghentian perkara.

"Penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif tersebut sejalan dengan kearifan lokal masyarakat Aceh, di mana penyelesaian sebuah perkara dimusyawarahkan kedua pihak yang disaksikan tokoh masyarakat," kata Munawal Hadi.

Baca juga: Kejari Bireuen tahan dua tersangka psikotropika



Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025