Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Aceh melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh terus memperkuat monitoring dan evaluasi pengelolaan perikanan karang dan demersal di perairan Selat Benggala yang dinilai belum optimal atau masih ditemukan banyak masalah.

"Tahun ini perlu dilakukan monitoring dan evaluasi kembali terhadap pengelolaan perikanan karang dan demersal perairan Selat Benggala agar lebih optimal," kata Kepala DKP Aceh, Aliman, di Banda Aceh, Kamis.

Pernyataan itu disampaikan Aliman dalam kegiatan monitoring dan evaluasi pengelolaan perikanan karang dan demersal di Perairan Selat Benggala bersama akademisi, LSM,  lembaga adat Panglima Laot dan lainnya, di Banda Aceh.


Baca juga: Cuaca buruk, nelayan tradisional di Abdya tidak melaut

Aliman menyampaikan, terdapat beberapa aspek pengelolaan perikanan karang dan demersal berkelanjutan di Selat Benggala, yaitu sosial ekonomi  nelayan, perizinan dan pengawasan, sumber daya ikan dan kawasan konservasi, kelembagaan Panglima Laot serta kelembagaan pengelola perikanan karang dan demersal. 

Namun, kata dia, berdasarkan hasil kajian monitoring dan evaluasi pertama pada 2024, menunjukkan beberapa masalah yang masih perlu dioptimalkan lagi dalam pengelolaan perikanan karang dan demersal di Perairan Selat Benggala.

Diantaranya, dari aspek sumber daya ikan di Selat Benggala, masih ada sebagian nelayan menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap yang belum selektif, sehingga tertangkapnya ikan berukuran kecil (remaja).

"Kondisi ini tidak berjalan sesuai amanat Peraturan Gubernur Aceh Nomor 3 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan di Perairan Aceh 2023-2027," ujarnya  

Kemudian, lanjut Aliman, dari aspek sosial ekonomi, terjadinya harga ikan yang fluktuatif cenderung rendah, sehingga berdampak pada pendapatan nelayan, nilai tukar nelayan rendah, angka produksi menurun dan manfaat kawasan konservasi belum berdampak untuk nelayan.

"Juga masih terdapat tantangan penangkapan yang merusak,  karena menggunakan bahan peledak dan beracun. Lalu, tidak responsif atau kurang adaptif nya unit perikanan daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat," katanya.

Selain itu, dirinya juga menyebutkan bahwa terhadap kondisi stok ikan karang dan demersal di Selat Benggala. Terdapat tiga spesies dalam rentan waktu 2019-2023 berstatus pemanfaatan over exploited atau berlebihan yakni ikan kuwe (dua jenis), kerapu merah dan lencam sisik.

"Kondisi ini disebabkan oleh intensitas kegiatan penangkapan yang tinggi serta masih adanya praktek penangkapan ikan tidak ramah lingkungan," ujar Aliman.

Berdasarkan permasalahan tersebut, Aliman menegaskan, langkah monitoring dan evaluasi pada tahun ini perlu diperkuat kembali, sehingga pengelolaan perikanan di Selat Benggala benar-benar dapat berjalan optimal.

Maka dari itu, dirinya berharap kegiatan hari ini dapat merumuskan rencana tindak lanjut terhadap hasil evaluasi implementasi rencana aksi pengelolaan perikanan (RAPP) karang dan demersal di Selat Benggala.

"Sehingga, dapat memberikan dampak positif terhadap RAPP Aceh yang berasaskan manfaat, kelestarian, keadilan, kehati-hatian dan keberlanjutan," demikian Aliman.


Baca juga: Tangkapan ikan nelayan di PPI Aceh Jaya capai 300 ton lebih per bulan



Pewarta: Rahmat Fajri
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025