Banda Aceh (ANTARA) - Puluhan pipa putih terpancang mengelilingi tumpukan sampah di atas ketinggian 35 meter dari permukaan laut kawasan Gampong Jawa Banda Aceh. Di sana, juga terlihat mobil truk lalu-lalang membuang kotoran berbagai jenis yang diangkut dari perkotaan.

Pipa-pipa putih di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Gampong Jawa itu sudah tak berdiri tegak, ada yang miring ke kanan maupun kiri. Bahkan, berjatuhan di atas sampah lama yang sudah ditumbuhi semak.

27 pipa pada bagian atas itu, sebelumnya berfungsi untuk menarik gas metana atau hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas dengan rumus kimia (CH4). Gas itu, dihasilkan dari tumpukan sampah organik setelah mengalami proses penguraian/pembusukan.

Kemudian, pada kedalaman tiga meter di bawah tanah TPA Gampong Jawa ini juga sudah terpasang instalasi pipa untuk mengalirkan biogas ke rumah-rumah masyarakat dari dua desa yaitu Gampong Jawa dan Gampong Pande.

Di bawah gunungan sampah, tepat di pinggir jalan utama TPA, masih terdapat jaringan pipa-pipa kecil. Instalasi itu untuk menyaring atau memisahkan air dan gas. Airnya dibuang, dan gas mengalir ke jaringan perpipaan menuju perkampungan.

Distribusi biogas untuk masyarakat secara gratis dari TPA tersebut dimulai sejak 2015, dengan penerima manfaat yang terus bertambah setiap tahunnya. Pada 2015 berhasil dialirkan kepada 25 rumah tangga, 2016 menjadi 27 rumah tangga, 2017 untuk 60 rumah tangga, 2018 terdistribusi ke 175 rumah tangga, dan mengalir ke 210 keluarga pada 2021.

Biogas yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Keindahan Kota (DLHK3) itu dialirkan ke rumah masyarakat melalui pipa instalasi 1 inch (induk) yang didorong dengan mesin kompresor. 

Kini, gas metana dari TPA Gampong Jawa sudah terkubur kembali bersama sampah-sampah baru akibat rusaknya jaringan perpipaan. Terakhir berfungsi pada 2021.

Arsip - Petugas Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Banda Aceh mengecek dan ujicoba instalasi pipa gas metana yang bersumber dari sampah TPA Gampong Jawa, Banda Aceh, Aceh, Rabu (4/11/2015) (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

"Biogas tersebut sempat dimanfaatkan masyarakat hingga 210 KK (Kartu Keluarga) secara cuma-cuma," kata Kabid Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 DLHK3 Banda Aceh, Asnawi, di Banda Aceh, Kamis.

Setelah tidak adanya biaya pemeliharaan, jaringan perpipaan gas metana yang sudah tembus dua desa itu rusak, dan tak menghasilkan energi lagi. Sehingga perlu perbaikan, atau pembangunan ulang.


Jaringan pipa baru

TPA Gampong Jawa pertama sekali dibangun pada tahun 1994 dengan lahan seluas 12 hektare. Kemudian, saat bencana gempa bumi dan tsunami Aceh 2004, TPA ini hancur total dan menyapu semua sampah di sana. 

Pasca tsunami, TPA ini difungsikan lagi dan diperluas menjadi 21 hektare. Selanjutnya, pada 2008 kembal direnovasi oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias. Akhirnya, mulai beroperasi secara sanitary landfill (sampah ditimbun harian) pada Januari 2009. 

Seiring berjalannya waktu, sejumlah sarana penunjang terus dilengkapi di TPA Gampong Jawa, seperti jembatan timbang bengkel, doorsmeer untuk truk sampah, alat berat serta lainnya, dan termasuk jaringan perpipaan untuk biogas.

Kabid Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 DLHK3 Banda Aceh, Asnawi, mengatakan bahwa pada saat persiapan awal, TPA Gampong Jawa memang sudah didesain untuk bisa menghasilkan serta mampu menyalurkan gas metana. Sehingga, dapat didistribusikan hingga ke pemukiman penduduk.

Dirinya mengatakan, setelah terakhir didistribusikan pada 2021. Jaringan perpipaan di sana mengalami kerusakan, sehingga tidak dapat menarik gas metana lagi.

Penyebab pastinya kerusakan jaringan perpipaan biogas di sana belum dapat disimpulkan. Dugaannya karena tidak mampu lagi menahan sampah dan terkubur didalamnya, atau saat dilakukan penggalian.

Ia menuturkan, susah mengetahui titik kerusakan jaringannya, karena gas metana itu tidak mengeluarkan bau layaknya gas biasa. Jika mengeluarkan bau atau seperti pipa air, maka mudah dideteksi.

"Kalau gas metana itu tidak beraroma, jadi bisa saja saat penggalian mungkin terjadi patahan. Tetapi kita tidak bisa deteksi dimana putusnya," kata Asnawi.

Karena gas metana dapat membantu atau dialirkan ke masyarakat, DLHK3 Banda Aceh berencana untuk merancang dan mengaktifkan kembali program tersebut sesuai kemampuan anggaran daerah.

Ia menyampaikan, kompresor di TPA tersebut diperkirakan telah berusia belasan tahun dan sudah berkarat atau terjadi penyumbatan. Maka, supaya gas metana dapat ditarik kembali, perlu dilakukan pengadaan baru.

"Intinya ya harus dibangun ulang jaringan dengan pengadaan kompornya. Memang butuh anggaran.
Kalau untuk berapa, kita harus buat perencanaan dulu. Mudah-mudahan ada biayanya," ujarnya.

Selain kompresor, menurut Asnawi,  jaringan perpipaan menuju rumah masyarakat juga harus diperbaiki, atau sebaiknya diganti dengan pipa-pipa berkualitas seperti pipa HDPE, sehingga tahan benturan, dan tidak mudah patah. 

"Kualitas pipa jaringannya yang bagus. Misalnya HDPE itu seperti karet dia. Tetapi, apakah memungkinkan menggunakan itu, nanti akan dikonsultasikan kembali ke dengan ahlinya," katanya.

Asnawi menjelaskan, perlunya dibuat jaringan baru karena potensi gas metana nya lebih banyak ketimbang lama yang mungkin sudah berkurang.

Apalagi, jumlah sampah di TPA Gampong Jawa itu terus bertambah banyak setiap harinya, dari lima tahun lalu sekitar 200 ton per hari, sekarang mencapai 240-250 ton per harinya.

"Kalau dari sampah yang sudah terkubur lama sudah kurang gas nya. Maka harus dibangun baru dari atas lagi, dan ditambahkan partikel-partikel nya. Kalau dibuat baru lagi semakin bagus," pungkas Asnawi.


Keberlanjutan

Inovasi biogas TPA Gampong Jawa oleh Pemerintah Kota Banda Aceh diwujudkan pertama sekali pada 2015, dan mendapat peringkat Top 40 Sistem Informasi Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik) tahun 2017. Bahkan, pertama di Sumatera. Tetapi, hari ini sudah tak berfungsi dan hanya tinggal nama.

Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa'aduddin Djamal menegaskan keberlanjutan pemanfaatan gas metana dari TPA Gampong Jawa, sebagai kompensasi untuk masyarakat di sekitar tempat pemrosesan sampah tersebut.

Illiza menekankan, pengelolaan gas metana itu memang digagasnya saat masih memimpin Kota Banda Aceh sepuluh tahun lalu (periode 2012-2017). Tetapi, setelah pergantian pemerintahan, program tersebut tak menjadi prioritas lagi.

Tekad perempuan yang akrab disapa Bunda kala itu, sebagai salah satu kompensasi kepada masyarakat di sekitar TPA. Maka, biogas dialirkan secara gratis untuk kebutuhan memasak ibu-ibu di sana. 

"Waktu kami memimpin dulu, gas metana itu kompensasi yang kami salurkan kepada masyarakat. Sayangnya, setelah pergantian pemimpin, ini tidak lagi menjadi prioritas," kata Bunda Eli di sela-sela konferensi pers capaian program 100 hari kerjanya.

Pipa tempat menyaring atau memisahkan air dan gas metana sebelum didistribusikan ke masyarakat, di TPA Gampong Jawa, Banda Aceh, Aceh, Rabu (28/5/2025) (ANTARA/Rahmat Fajri)

Karena kurang pemeliharaan, jaringan perpipaan gas metana di TPA Gampong Jawa sudah rusak dan tidak bisa dipergunakan lagi. Padahal, jika ada keberlanjutan, penerima manfaat biogas itu bisa mencapai seribu rumah tangga yang selama ini menahan bau segala jenis kotoran di sana.

"Karena memang sudah lama sekali masyarakat di sana menahan bau dan hal-hal lain. Jadi itu salah satu kompensasi yang diberikan oleh pemerintah. Kita berikan gas metana secara cuma-cuma kepada mereka," ujarnya.

Mantan anggota DPR RI ini menegaskan, Pemerintah Banda Aceh bakal melanjutkan kembali pemanfaatan gas metana dari TPA Gampong Jawa tersebut, dan segera menurunkan tim ke lapangan guna memeriksa kerusakan jaringannya.

Hasil assessment tim itu nantinya menjadi bahan kajian awal untuk merancang revitalisasi atau perbaikannya, serta dapat menentukan kebutuhan anggarannya.

"Insya Allah, kita menargetkan segera melanjutkan kembali pemanfaatan gas metana di Gampong Jawa. Setelah tim turun, maka kita segera merancangnya," tegas Bunda Eli.

Program gas metana TPA Gampong Jawa menjadi keharusan yang harus direalisasikan kembali. Apalagi, banyak dapur rumah warga di sana yang sudah bobok sebelumnya untuk memasukkan pipa hingga sampai ke sumbu kompor.

Jika ini terhenti sampai disini, masyarakat setempat semakin bertambah kerugiannya, selain terus mencium bau sampah setiap harinya, juga rugi secara materi, karena dinding dapurnya sudah rusak.

Pemerintah Kota Banda Aceh, perlu menjadikan program ini sebagai salah satu yang diprioritaskan. Sehingga, masyarakat setempat benar-benar merasakan kehadiran pemerintah. Terlebih jika ditambah dengan kompensasi-kompensasi lainnya.


 



Pewarta: Rahmat Fajri
Editor : M.Haris Setiady Agus
COPYRIGHT © ANTARA 2025