Banda Aceh (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh bekerja sama dengan Yayasan HAkA Sumatera meluncurkan buku berjudul "Dua Dekade Deforestasi Aceh: Dari Hilangnya Hutan hingga Penurunan Kesejahteraan".
Sekretaris Yayasan HAkA Badrul Irfan di Banda Aceh, Selasa, mengatakan buku ini bertujuan untuk menggambarkan dampak deforestasi terhadap kondisi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat Aceh selama dua dekade terakhir.
“Buku ini bukan sekadar data, tapi cermin bagi kita semua tentang apa yang telah terjadi dan bagaimana kita akan melangkah ke depan," kata Badrul.
Badrul mengatakan hutan Aceh memiliki memiliki peran yang sangat penting, tidak hanya sebagai rumah bagi keanakeragaman hayati, tetapi juga sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat yang bergantung hutan untuk keberlanjutan ekonomi dan sosial.
Namun, dia menyayangkan dalam dua dekade terakhir, tekanan terhadap hutan semakin meningkat akibat ekspansi industri, perubahan penggunaan lahan, dan faktor lainnya.
“Padahal, hutan bisa tetap dimanfaatkan tanpa harus menghabisinya karena melindungi hutan adalah melindungi kehidupan,” katanya.
Data Yayasan HAkA, deforestasi di Aceh dalam dua dekade terakhir (2003-2023) mencapai sekitar 324.488 hektare atau kehilangan sekitar 10 persen dari luas tutupan hutan 2023 yang tercatat sebesar 3,33 juta hektare.
Baca: Angka deforestasi di Aceh alami tren penurunan dalam sembilan tahun
Karena itu, Badrul berharap publikasi ini dapat menjadi referensi bagi pemerintah, masyarakat sipil, serta semua pihak yang berkepentingan untuk merancang kebijakan dan langkah konkret dalam melindungi dan memulihkan hutan Aceh.
“Semoga buku ini dapat menunjukkan kemampuan yang besar dalam keupayaan bersama, menjaga kualitas dan keutamaan hutan Aceh demi masa depan yang lebih baik,” katanya.
Sementara itu, Kepala BPS Aceh, Ahmadriswan Nasution, menyatakan bahwa buku ini menunjukkan adanya trade-off antara pemanfaatan hutan dan kesejahteraan.
“Ada kejadian baik dan buruk, dan buku ini diluncurkan agar Aceh tidak mengalami dampak buruk dari deforestasi," katanya.
Ia juga menambahkan bahwa melalui buku ini, masyarakat diharapkan memiliki kesadaran yang lebih tinggi tentang risiko deforestasi yang tidak terukur dan merusak keseimbangan hutan.
Ahmadriswan menegaskan bahwa masih ada kesempatan untuk memperbaiki kondisi ini.
“Terpenting Aceh belum terlambat. Mari kita gunakan kesempatan ini untuk menghasilkan pengetahuan yang dapat menghasilkan kebijakan yang lebih baik dalam melindungi hutan dan lingkungan," katanya.
Baca: Menteri LHK klaim Karhutla dan deforestasi menurun drastis
Pewarta: Nurul HasanahEditor : M.Haris Setiady Agus
COPYRIGHT © ANTARA 2025