Banda Aceh (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh dan jajaran kejaksaan negeri di provinsi ujung barat Indonesia tersebut menghentikan sebanyak 71 perkara berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice sepanjang 2024

"Ada sebanyak 71 perkara d Aceh dihentikan berdasarkan keadilan restoratif sejak Januari hingga Desember 2024," kata Pelaksana Tugas Kepala Kejati (Kajati) Aceh Muhibuddin di Banda Aceh, Selasa.

Mantan Asisten Tindak Pidana Umum Kejati Aceh menyebutkan puluhan perkara yang dihentikan berdasarkan keadilan restoratif tersebut di antaranya penganiayaan, penipuan, pencurian, narkotika, dan lainnya.

Baca juga: Kejari Bireuen selesaikan 17 perkara berdasarkan keadilan restoratif

Menurut Muhibuddin, penghentian perkara berdasarkan keadilan restoratif tersebut merupakan tindak lanjut program Jaksa Agung. Di mana penyelesaian sebuah perkara tidak harus melalui proses peradilan atau persidangan di pengadilan.

Penghukuman pelaku dalam sebuah perkara adalah upaya terakhir. Jadi, apa bila ada persoalan hukum diupayakan diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif dan tidak harus ke pengadilan.

"Akan tetapi, ada syarat penyelesaian perkara hukum berdasarkan keadilan restoratif. Di antaranya, para pihak, baik korban maupun pelaku sudah berdamai. Pelaku berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban juga tidak lagi menuntut," katanya.

Dalam mendukung program penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif, kata Muhibuddin, Kejati Aceh beserta jajaran kejaksaan negeri sudah membentuk 319 rumah restorative justice (RJ) di 23 kabupaten kota di Provinsi Aceh.

"Selain di setiap kejaksaan negeri, pembentukan rumah RJ juga dilakukan di desa-desa. Rumah RJ tersebut juga menjadi tempat edukasi masyarakat terhadap kesadaran hukum, sehingga pemahaman hukum masyarakat meningkat," kata Muhibuddin.

Baca juga: Kejari Bireuen hentikan kasus penadahan secara keadilan restoratif



Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025