Tapaktuan (ANTARA Aceh) - LSM Forum Pemantau dan Kajian Kebijakan Publik (Formak) menilai proyek docking kapal di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Pasie Meukek, Kabupaten Aceh Selatan yang dibangun 2014 asal-asalan, sehingga tidak berfungsi maksimal.

Ketua Formak Aceh Selatan, Ali Zamzami kepada wartawan di Tapaktuan, Senin mengatakan, proyek bernilai Rp1,7 miliar tersebut kini terbengkalai dan tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat.     
    
Menurut dia, fakta yang terjadi di Pasie Meukek tersebut merupakan salah satu contoh kecil dari berbagai macam persoalan serupa lainnya.  
    
Hal itu terjadi karena program pembangunan yang dijalankan selama ini tanpa adanya kajian dan analisis yang mendalam sesuai kebutuhan masyarakat setempat.
         
Buktinya, lanjut Ali Zamzami, akibat pekerjaan proyek docking kapal yang terkesan asal-asalan tersebut telah memaksa para nelayan setempat saat melakukan perbaikan atau perawatan boat atau kapal mereka masih secara manual.

Untuk keperluan docking kapal atau boat, kata dia, para nelayan setempat terpaksa harus menunggu datangnya pasang air laut kemudian menarik boat secara ramai-ramai ke daratan.

"Dengan tidak bisa dimanfaatkannya docking kapal tersebut sampai saat ini, maka realisasi proyek itu sama dengan menghambur-hamburkan uang negara," katanya.

Sementara itu, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) proyek docking kapal pada Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Selatan, Adi Suhaima yang dikonfirmasi secara terpisah menyangkal tudingan yang menyebutkan proyek itu terbengkalai tidak bisa difungsikan.

"Docking kapal tersebut sudah pernah difungsikan setelah selesai dibangun. Buktinya sampai saat ini sudah ada setoran pendapatan asli daerah sekitar Rp6 juta lebih. Tidak mungkin dari uang saya sendiri menyetor PAD tersebut," tegas Adi Suhaima.

Namun dia mengakui bahwa saat ini docking kapal tersebut tidak bisa difungsikan lagi karena terjadi kerusakan pada rel bantalan bawah. "Kerusakan itu terjadi sekitar delapan bulan lalu," tambah Adi Suhaima.

Menurut dia, kerusakan rel bantalan docking tersebut disebabkan para nelayan setempat menaikkan boat berkapasitas lebih dari 30 GT naik doc. Sementara kapasitas docking itu maksimal dibawah 30 GT.

"Memang dalam surat boat nelayan kita tidak tertera kapasitasnya di atas 30 GT melainkan hampir mayoritas boat-boat besar di Aceh Selatam dibuat 30 GT untuk menghindari kewajiban pengurusan dokumen boat ke provinsi sesuai ketentuan perundang-undangan," ungkapnya.

Karena itu, tambah Adi, pihaknya telah memprogramkan anggaran pada tahun 2017 untuk memperbaiki kembali rel bantalan docking yang sudah rusak tersebut dengan cara menggantinya dengan rel bantalan yang lebih besar, sehingga sudah bisa dinaiki oleh boat-boat diatas 30 GT.



Pewarta: Hendrik

COPYRIGHT © ANTARA 2025