Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Kota Banda Aceh mengalokasikan anggaran pembuatan dan publikasi konten di media sosial Instagram dan Tiktok sebesar Rp679 juta pada tahun 2025. 

 Namun, Juru Bicara Pemerintah Kota Banda Aceh Tomi Mukhtar membantah anggaran itu digunakan untuk membiayai buzzer atau pendengung di media sosial, melainkan hanya kolaborasi dengan influencer.

"Pemko Banda Aceh tidak pernah bekerja sama atau menggunakan jasa individu atau kelompok buzzer dalam menjalankan komunikasi publik," kata Tomi Mukhtar dalam keterangannya, di Banda Aceh, Senin (8/9) malam.


Baca juga: Wamen Komdigi Nezar Patria imbau pengguna medsos tak melakukan doxing
 

Pemerintah Kota Banda Aceh melalui Dinas Komunikasi, Informasi dan Statistika menganggarkan sebanyak Rp679 juta untuk jasa pembuatan serta publikasi konten media sosial Instagram dan Tiktok melalui APBK Banda Aceh 2025.

Pengalokasian tersebut tertuang pada laman sirup.lkpp.go.id Pemko Banda Aceh, dimana terdapat tiga paket kontrak pekerjaan yang dianggarkan untuk jasa pembuatan konten dan publikasi medsos tersebut. Total keseluruhan jika digabungkan mencapai Rp 679,9 juta.

Tomi tidak membantah perihal anggaran untuk pembuatan konten dan publikasi medsos yang tertera pada Sirup LKPP tersebut, dan menyatakan bahwa itu bentuk transparansi pemerintah kepada publik.

Namun, mengikuti perkembangan teknologi informasi, Pemko Banda Aceh diharuskan berkolaborasi dengan para influencer.
 
“Misalnya dalam mempromosikan “Ayo Kembali ke Pasar Aceh,” kita menggunakan jasa influencer agar informasi menyebar luas dan langsung ke masyarakat. “Akunnya juga jelas, bukan akun tanpa nama (username)," ujarnya.


Baca juga: Polres Aceh Utara tangkap terduga pemerkosa anak kenalan lewat medsos
 

Selain itu, kata Tomi, jasa influencer juga dibutuhkan untuk mempromosikan berbagai kegiatan termasuk kepariwisataan, serta ekonomi kreatif. Bahkan, Pemko Banda Aceh juga memperluas kerja sama dengan media online, serta media mainstream lainnya.

“Selama ini biaya publikasi tersebar di 44 OPD, khusus publikasi melalui media sosial berfokus di Diskominfotik,” tegas Tomi Mukhtar. 

Ia menuturkan, Pemerintah Kota Banda Aceh membutuhkan dukungan untuk berbagai kegiatan promosi daerah, sosialisasi kebijakan, hingga publikasi program-program pelayanan masyarakat.

Bahkan, jika dihitung secara proporsional, anggaran yang digunakan itu relatif kecil, yakni sekitar Rp10–15 juta per OPD per tahun.
 
"Hanya saja, karena anggaran berpusat di satu OPD maka terlihat jumlahnya besar, padahal kalau dibagikan per kebutuhan OPD nilainya jadi normal," ujarnya.

Menurutnya, nilai ini wajar dan sebanding dengan kebutuhan komunikasi publik agar informasi bisa tersampaikan dengan baik kepada masyarakat.

"Jadi penting dipahami, anggaran ini bukan untuk kepentingan buzzer, melainkan murni untuk mendukung keterbukaan informasi dan promosi positif bagi daerah," imbuhnya.

Dirinya menambahkan, strategi komunikasi pemerintah melalui media sosial atau influencer adalah upaya menyampaikan informasi yang transparan, baik itu informasi positif maupun kritis. 

Di mana, kebijakan yang bertujuan untuk memperbaiki kinerja pemerintah juga sebagai media kontrol kegiatan OPD yang berhubungan semua program pemerintah.

Melalui penjelasan ini, Tomi Mukhtar berharap publik tidak terpengaruh oleh informasi yang kurang tepat. Mari sama-sama mendukung dan tetap menjadi kontrol sosial. 

"Insya Allah Pemko Banda Aceh selalu bersikap transparan dami pelayanan publik yang lebih baik,” pungkas Tomi Mukhtar.


Baca juga: Sakit hati hubungan kandas, pria Pidie sebarkan video mantan pacar ke medsos



Pewarta: Rahmat Fajri
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025