Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Aceh menegaskan komitmen untuk memperjuangkan perubahan status administratif empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil yang telah ditetapkan sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara agar kembali ke Aceh.
“Sesuai komitmen Pak Gubernur dan Pak Wakil Gubernur, Pemerintah Aceh akan terus memperjuangkan agar keempat pulau itu dikembalikan sebagai bagian dari wilayah Aceh,” kata Kabiro Pemerintahan dan Otonomi Setda Aceh, Syakir, di Banda Aceh, Senin.
Adapun keempat pulau tersebut adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Status administratif ini tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, ditetapkan pada 25 April 2025.
Syakir menjelaskan, bahwa proses perubahan status keempat pulau tersebut telah berlangsung sebelum tahun 2022. Dan sudah beberapa kali mendapatkan fasilitasi rapat koordinasi serta survei lapangan oleh Kemendagri.
Saat proses verifikasi dulu, kata dia, Pemerintah Aceh bersama tim dari Kemendagri telah turun langsung ke lokasi untuk melakukan peninjauan keempat pulau tersebut.
Baca juga: TP PKK Aceh dorong pelajar Pulau Banyak manfaatkan potensi wisata
Dalam verifikasi itu, Pemerintah Aceh menunjukkan berbagai bukti otentik, termasuk infrastruktur fisik, dokumen kepemilikan, serta foto-foto pendukung lainnya.
"Verifikasi tersebut juga melibatkan Pemerintah Sumatera Utara, Pemerintah Tapanuli Tengah, dan Pemerintah Aceh Singkil," ujarnya.
Di Pulau Panjang, lanjut dia, Pemerintah Aceh memperlihatkan sejumlah infrastruktur yang dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil, seperti tugu selamat datang, tugu koordinat yang dibangun oleh Dinas Cipta Karya dan Bina Marga tahun 2012, rumah singgah dan mushala (2012), serta dermaga yang dibangun pada 2015.
Dokumen-dokumen pendukung juga telah kami serahkan, baik dari Pemerintah Aceh maupun dari Pemkab Aceh Singkil. Diantaranya peta kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara yang disaksikan oleh Mendagri pada 1992.
Peta tersebut, tambah dia, menunjukkan garis batas laut yang mengindikasikan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh.
"Sebenarnya, dengan adanya kesepakatan kedua gubernur yang disaksikan oleh Mendagri pada 1992, secara substansi sudah jelas bahwa keempat pulau tersebut adalah bagian dari Aceh,” katanya.
Bukti lainnya, lanjut dia, juga ada dokumen administrasi kepemilikan dermaga, surat kepemilikan tanah tahun 1965, serta dokumen pendukung lainnya.
Di Pulau Mangkir Ketek, tim juga menemukan sebuah prasasti bertuliskan bahwa pulau tersebut merupakan bagian dari Aceh. Prasasti ini dibangun Agustus 2018, mendampingi tugu sebelumnya yang dibangun oleh Pemkab Aceh Singkil pada 2008 dengan tulisan: “Selamat Datang di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.”
Baca juga: BKDSA imbau nelayan Pulau Banyak tidak beraktivitas di habitat buaya
Selanjutnya, pada 2022, Kemenko Polhukam juga telah memfasilitasi rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga yang pada umumnya peserta rapat menyampaikan bahwa berdasarkan dokumen dan hasil survei, keempat pulau tersebut masuk dalam cakupan wilayah Aceh.
Hal ini dibuktikan melalui aspek hukum, administrasi, pemetaan, pengelolaan pulau, serta layanan publik yang telah dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil.
"Karena itu, Pemerintah Aceh tetap berkomitmen untuk memperjuangkan agar dapat dilakukan peninjauan ulang terhadap keputusan Kemendagri tersebut," demikian Syakir.
Baca juga: DPRA surati Mendagri minta empat pulau di Singkil dikembalikan, begini sejarahnya
Pewarta: Rahmat FajriEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025