"Perbaikan akses air ke sungai solusi terbaik yang harus dilakukan, minimal dana Aceh 20 persennya harus dialokasi untuk itu," kata Direktur Eksekutif Forbina Muhammad Nur, di Banda Aceh, Minggu.
Menurut M Nur, menyalahkan hutan dan lahan bukan hal baru bagi Aceh, karena hampir setiap hari kegiatan illegal logging, pertambangan ilegal terus dilakukan oleh banyak orang.
Baca juga: Penyaluran bantuan untuk korban banjir Aceh Utara sudah dua tahap
Bahkan, kegiatan legal lainnya untuk merubah fungsi hutan juga masih dilakukan pengusaha maupun berbagi proyek lainnya.
Karena itu, M Nur meminta pemerintah tidak hanya sekedar memberikan bantuan terhadap korban banjir, tetapi aksi strategis lainnya seperti pendataan detail terhadap masalah utama, serta menggali titik sumber air genangan akibat luapan berlebih saat musim hujan.
"Ini harus menjadi pendataan yang komprehensif, sehingga perbaikan sumber masalah dari hulu ke hilir harus dilakukan," ujar mantan Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh itu.
Baca juga: Bank Syariah Indonesia salurkan bantuan untuk korban banjir di Aceh Utara
Selama ini, lanjut M Nur, proyek yang dilaksanakan hanya berbasis bendungan dan waduk semata, padahal bisa saja sumber masalah utama daya tampung air berlebih sehingga tidak lagi memiliki ruang air.
Apalagi, perubahan bentang alam akibat pembukaan hutan untuk bisnis kayu yang semrawut kurang diterbitkan secara menyeluruh.
"Contoh lainnya, ketika lahan basah seperti sawah dan rawa diubah menjadi toko atau perumahan harus itu dihentikan jika ruang itu sudah ditetapkan dalam kawasan penting untuk perlindungan air," katanya.
Baca juga: Terjebak banjir, warga Aceh Timur butuh perahu
M Nur menuturkan, jika beberapa poin tersebut tidak dilaksanakan maka Aceh tak akan pernah bisa keluar dari masalah banjir setiap masuk musim hujan. Aksi konkrit harus dikerjakan oleh pemerintah yang mempunyai sumberdaya cukup.
Dirinya berharap, pada 2023 hingga 2025 mendatang, berbagai aksi harus menjadi program prioritas dari bupati/walikota, serta Gubernur Aceh. Kemudian perlu dukungan Presiden baik itu melalui APBA, dana Otsus dan APBN.
"Untuk itu, Pemerintah harus berani menunjukan pihak yang harus bertanggung jawab atas perusakan hutan selama 20 tahun terakhir dari berbagai izin yang sudah diterbitkan dan kegiatan ilegal lainnya," demikian M Nur.
Pewarta: Rahmat FajriEditor : Heru Dwi Suryatmojo
COPYRIGHT © ANTARA 2025