“Berbicara harga gabah, Abdya sebetulnya lebih baik. Di pulau Jawa harga gabah saat musim panen kadang melorot jauh di bawah Rp4.000/kg. Tapi di Abdya saya kira tidak pernah demikian,” katanya, di Blangpidie, Senin.
Artinya, menurut Akmal, harga gabah di Kabupaten Abdya masih jauh lebih baik jika dibandingkan harga gabah di negara Thailand dan Vietnam.
“Harga gabah mereka jauh di bawah kita, bahkan dengan kualitas lebih bagus. Di dua negara itu, harga gabah paling mahal Rp3.000/kg, dan malah sering lebih murah lagi,” kata mantan wartawan itu.
Ia menilai murahnya harga gabah di kedua negara tersebut, membuat petani disana sering melakukan ekspor ke Indonesia meskipun ongkos pengakutan dari Vietnam dan Thailand mahal.
“Mereka bisa jual beras lebih murah dari kita. Jadi, kenapa murah, sebab mereka bekerja keras dan efisien. Bahkan mereka menanam padi tiga sampai empat kali setahun,” katanya.
Kalau kita dua kali setahun saja berat. Ada saja alasannya, belum nampak bulan lah, banyak kenduri lah. Pokoknya ada banyak alasan pembenaran supaya masyarakat malas bekerja, kata Akmal lagi.
Penyataan itu diutarakan Akmal menanggapi wacana DPRK Abdya untuk membuat qanun perlindungan dan pemberdayaan petani, sekaligus terkait merosotnya harga gabah tingkat petani dari Rp5.000 turun menjadi Rp4.200/kg di daerah itu sejak sepekan terakhir.
Menurut keterangan sejumlah petani, turunnya harga gabah pada musim panen gadu di daerah mereka disebabkan minimnya pedagang luar Aceh yang membeli gabah di Abdya karena tengah pandemi COVID-19
“Panen lalu, harga gabah mahal mungkin karena banyaknya pedagang luar masuk ke Abdya. Panen kali ini mereka enggak masuk, maka harganya murah,”kata Yusup, petani asal Kecamatan Tangan-Tangan.
Pewarta: SuprianEditor : Khalis Surry
COPYRIGHT © ANTARA 2025