Aceh Tamiang (ANTARA) - Pengusaha lokal di Kabupaten Aceh Tamiang membangun kandang ayam petelur berkapasitas 25.000 ekor di kawasan pesisir Desa Air Masin, Kecamatan Seruway. Diharapkan ini bisa membantu daerah agar tak ketergantungan telur ayam lagi dari Provinsi Sumatera Utara.

"Alhamdulillah, untuk tahap pertama 5.030 ekor pullet (bibit ayam) sudah masuk ke kandang. Semuanya ada empat kandang masing-masing berkapasitas 5.000-6.000 ekor," kata Pemilik kandang ayam, Syaiful Bahri, di Aceh Tamiang, Minggu.

Syaiful menjelaskan, bibit ayam yang ada saat ini telah berusia dua bulan, diperkirakan bakal menghasilkan telur di akhir Januari 2026 mendatang. Unggas petelur ini dipasok dari relasinya pengusaha asal Langkat, Sumatera Utara.

Baca juga: 18.000 ayam mati akibat listrik padam, peternak Abdya gugat PLN ke pengadilan
 

Selain ayam pullet, Syaiful juga langsung belanja stok pakan untuk 10 hari ke depan. Karena biaya pakan, vaksin serta perawatan per ekor ayam sampai bertelur menghabiskan modal Rp300 ribu.

"Ini investasi besar, modalnya miliaran. Tapi untungnya hanya Rp200-Rp300 per butir telur," ujarnya.

Dirinya menyampaikan, langkah ini sebagai bentuk komitmennya untuk menjawab krisis pasokan telur ayam ras di daerah perbatasan Aceh dengan Sumatera Utara itu.

"Selama ini, telur yang masuk ke Aceh sebagian besar disuplai dari Sumut. Begitu jalur logistik terganggu, stok di pasaran langsung kosong," katanya.

Setelah selesai membangun model kandang tipe-V dan W di Desa Air Masin ini, Syaiful berencana untuk membangun kandang sederhana agar bisa diikuti warga dan kelompok peternak di Aceh Tamiang.

Dia juga bakal membangun kandang ayam petelur intensif modern (sistem tertutup) di daerah Desa Payah Bedi, Rantau. Nantinya, ia juga siap menjalin kerjasama dengan dapur SPPG di Aceh Tamiang guna memenuhi kebutuhan telur program MBG.

Dalam kesempatan ini, Syaiful mendorong agar Pemkab Aceh Tamiang ikut ambil bagian dalam menumbuhkan kedaulatan telur daerah. 

Ia mengusulkan skema tiga arah, yaitu  peternak siapkan kandang, pemerintah bantu pakan dan obat-obatan, sementara legislatif melalui program aspirasi bisa menganggarkan bibit ayam pullet.

“Syaratnya sederhana, masyarakat yang sudah punya kandang, wajib kita bantu. Kalau pemerintah ikut terlibat, harga telur bisa dikendalikan, dan subsidi ke konsumen bisa tepat sasaran," ujar Syaiful.

Sementara itu, salah seorang pemasok bibit ayam petelur, Fadhillah alias Boy mengatakan, pullet atau ayam betina remaja ini harus diangkut menggunakan mobil bak terbuka pada malam hari untuk menghindari cuaca panas dan polusi. Ayam dimasukan dalam keranjang fiber khusus guna meminimalisir tingkat kesetresan unggas.

"Per keranjang 15 ekor biar tidak terlalu padat. SOP-nya memang harus malam hari dibawa. Saat dimasukan kandang ayam tidak boleh terguncang karena sudah ada embrio calon telur di semua perut ayam," ujarnya.

Fadhillah menilai, bisnis telur ayam saat ini adalah momentum tepat karena kebutuhan secara nasional meningkat setelah kehadiran program MBG. 

"Sebelum ada MBG kebutuhan telur ayam ke Aceh sebanyak 1 hingga 1,5 juta butir/hari. Sejak ada MBG, kebutuhan telur ke Aceh meningkat sekitar 15-20 persen. Saat ini Aceh butuh sekitar dua juta butir telur per hari, tidak termasuk untuk program MBG," katanya.

Sebagai informasi, Fadhillah merupakan salah seorang pengusaha telur asal Aceh yang kini memiliki kandang ayam di Desa Mancang, Kabupaten Langkat, Sumut. Pasarnya kini telah menembus tiga provinsi yakni Aceh, Riau dan Jakarta.

Baca juga: Gubernur: China berminat investasi peternakan ayam modern



Pewarta: Dede Harison
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025