Banda Aceh (ANTARA) - Balai Bahasa Provinsi Aceh (BBPA) kembali menggelar Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) tingkat provinsi 2025 sebagai upaya revitalisasi bahasa Aceh dan Gayo yang kini berstatus rentan akibat menurunnya jumlah penutur.

“Ini tahun ketiga kami melaksanakan FTBI sejak 2023, kami memilih bahasa Aceh dan Gayo untuk direvitalisasi karena hasil kajian vitalitas bahasa tahun 2019 menunjukkan kedua bahasa tersebut berada posisi rentan. Melalui kegiatan FTBI ini, kami berusaha agar posisi vitalitas bahasa Aceh dan Gayo kembali ke status aman,” kata Kepala Balai Bahasa Provinsi Aceh, Umar Solikhan, di Banda Aceh, Sabtu. 

Umar menjelaskan, FTBI 2025 diikuti oleh 160 peserta yang terdiri atas juri dan peserta. Jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Meski demikian, jumlah daerah partisipan meningkat menjadi delapan kabupaten/kota, yakni Kota Banda Aceh, Bener Meriah, Aceh Barat, Kabupaten Bireuen, Pidie, Aceh Tengah, Aceh Besar, dan Gayo Lues.

“Dari sisi jumlah daerah yang terlibat meningkat, tetapi jumlah peserta menurun karena hanya juara pertama lomba kategori SD dan SMP yang diundang. Hal itu karena adanya efisiensi anggaran dari pemerintah,” katanya. 

Ada enam jenis lomba yang dipertandingkan pada FTBI 2025 ini, yaitu menulis dan membaca puisi, menulis cerita pendek, mendongeng, lawakan tunggal, pidato, dan tembang tradisi. Seluruh rangkaian kegiatan digelar di Banda Aceh pada 21–24 November 2025.

“Insyaallah para pemenang dalam FTBI tingkat provinsi ini selanjutnya akan kami ajak mengikuti FTBI tingkat nasional di Jakarta. Untuk tahun ini, belum dapat kami janjikan kepada para pemenang nantinya untuk kami kirimkan ke Jakarta, sebab jadwal resminya belum kami terima dari pusat,” katanya. 

Umar menambahkan bahwa FTBI telah masuk ke dalam Manajemen Talenta Nasional (MTN) Kemendikdasmen, sehingga para juaranya dapat disejajarkan dengan peraih prestasi di bidang lain, seperti olimpiade dan Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N).

“Artinya, para juara FTBI sesuai dengan tingkatannya nantinya akan punya peluang untuk pengembangan talenta tingkat nasional dan bisa menggunakan sertifikatnya untuk melanjutkan pendidikan melalui jalur prestasi,” katanya. 

Sementara itu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh, Syaridin, mewakili Gubernur Aceh, menyatakan bahwa Aceh merupakan daerah yang kaya warisan bahasa. Selain bahasa Aceh, ada pula bahasa Gayo, Alas, Kluet, Haloban, Devayan, dan lainnya. Kekayaan bahasa ini merupakan identitas, jati diri, sekaligus kekuatan budaya masyarakat Aceh.

Namun, ia menyayangkan kekayaan tersebut justru menghadapi tantangan serius di tengah arus globalisasi yang mengakibatkan menurunnya jumlah penutur muda. Karena itu, kata dia, Pemerintah Aceh memberikan memberikan dukungan dan apresiasi atas upaya revitalisasi bahasa Aceh dan Gayo melalui FTBI yang diselenggarakan Balai Bahasa Aceh.

“Di tengah arus globalisasi, bahasa kita menghadapi tantangan serius, karena itu penyelenggaraan FTBI ini tidak hanya kompetisi tetapi sebuah kemajuan budaya untuk memastikan agar anak-anak aceh tetap mengenal dan bisa berbahasa ibu. Melalui kompetisi, generasi muda kita belajar bahasa bahwa bukan sekadar alat komunikasi tetapi juga wadah sebuah nilai pengetahuan dan kearifan lokal,” katanya. 

Dia berharap FTBI dapat menumbuhkan kebanggaan generasi muda dalam menggunakan bahasa daerah, memperkuat komitmen pemerintah daerah dan sekolah dalam menjaga serta melestarikan bahasa ibu, sekaligus mendorong inovasi pembelajaran bahasa daerah yang menyenangkan, kontekstual, relevan, dan sesuai perkembangan zaman.

“Kepada para peserta saya berpesan teruslah berkarya dan belajar. Jadikan festival ini sebagai pengalaman berharga untuk mengenal lebih dekat ragam budaya Aceh. Menang atau tidak menang bukanlah tujuan akhir, yang terpenting adalah para peserta sekalian dapat menjadi duta bahasa yang mampu menjaga dan melanjutkan warisan budaya Aceh untuk masa depan,” katanya. 

Baca juga: Wabup: Festival tunas budaya tingkatkan penggunaan bahasa daerah



Pewarta: Nurul Hasanah
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025