Blangpidie (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya (Kejari Abdya) mulai melakukan penyidikan terhadap dugaan korupsi penyalahgunaan dana desa senilai Rp1,5 miliar untuk kegiatan studi banding Tuha Peut (aparatur desa) ke Padang, Sumatera Barat pada 2024.
"Sebelum penyidikan, telah dilakukan penyelidikan secara intensif sejak empat bulan lalu, dan saat ini di penyidikan sebanyak 24 saksi sudah diperiksa," Kepala Kejari Abdya, Bima Yudha Asmara, di Abdya, Minggu.
Bima menjelaskan, studi banding tersebut dilaksanakan oleh Tuha Peut 147 dari 152 desa di Abdya. Agenda itu menggunakan anggaran Rp10 juta per desa. Tetapi, penggunaannya diduga tidak sesuai ketentuan.
Kejaksaan juga telah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh untuk menghitung potensi kerugian negara akibat dugaan penyalahgunaan dana desa tersebut.
"Penyidik juga telah menemukan dua alat bukti, dan tinggal menunggu hasil audit resmi dari BPKP Aceh untuk penetapan tersangka," ujarnya.
Dirinya menuturkan, perkara ini dinilai telah menggunakan dana desa yang tidak sesuai dengan asas manfaat dan efisiensi. Pemborosan anggaran, serta dugaan gratifikasi terselubung yang melibatkan pihak ketiga secara berulang.
Sejauh ini, penyidik juga telah meminta pihak terkait untuk mengembalikan dana desa yang diduga disalahgunakan itu.
"Namun, pengembalian dana ini tidak menghapus perbuatan pidana, sebagaimana Pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001, sehingga proses hukumnya tetap berjalan," katanya.
Bima menegaskan, keterlibatan pihak ketiga dalam pelaksanaan kegiatan dana desa sangat dilarang, terlebih kegiatan studi banding atau bimbingan teknis yang dilakukan di luar daerah, itu dianggap menyimpang dari regulasi dan tidak dapat dibenarkan secara hukum.
Ironisnya, kegiatan ini dilaksanakan dari tahun ke tahun dengan melibatkan pihak ketiga yang sama, bahkan ada indikasi peran serta dari oknum yang seharusnya menjaga, mengarahkan dan membimbing desa.
"Aparatur desa merasa terpaksa ikut karena khawatir kalau tidak ikut akan diperiksa. Ini sangat memprihatinkan," ujarnya.
Selain itu, dirinya juga menekankan penggunaan dana desa wajib mempedomani Permendes Nomor 7 dan Nomor 13 Tahun 2023, dengan prioritas mendanai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Lalu, berfokus mendukung penanganan kemiskinan ekstrem, program ketahanan pangan dan hewani, penurunan stunting, serta pengembangan potensi dan karakteristik desa.
Dana desa, lanjut Bima, salah satunya dilaksanakan melalui swakelola oleh desa untuk mewujudkan kemandirian desa. Peningkatan atau pengembangan kapasitas masyarakat desa, dan bukan aparatur desa.
"Kalau mau mengembangkan kapasitas aparatur desa, yang melaksanakan pihak pemerintah kabupaten/kota dan tidak menggunakan dana desa," katanya.
Dalam kesempatan ini, Kajari Abdya juga menegaskan bahwa mulai 2025 ini, tidak ada lagi kegiatan studi banding atau bimbingan teknis aparatur desa ke luar daerah yang menggunakan dana desa dalam bentuk apapun.
Dirinya mengingatkan agar seluruh pihak memahami tugas pokok dan fungsinya masing-masing, serta menjauhkan kepentingan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG).
Kemudian, untuk penyusunan regulasi terkait dana desa, termasuk dalam peraturan bupati, dilakukan tanpa adanya kepentingan dan harus mengacu pada peraturan yang lebih tinggi secara cermat dan konsisten.
“Dana desa adalah amanah. Tidak boleh diselewengkan untuk kepentingan segelintir oknum,” demikian Bima Yudha Asmara.
Baca juga: Hakim vonis kepala desa lima tahun penjara terkait korupsi dana desa
Pewarta: SuprianEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025