Banda Aceh (ANTARA) - Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut seorang pejabat Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Langsa, Provinsi Aceh, yang menjadi terdakwa tindak pidana korupsi biaya listrik lampu jalan merugikan keuangan negara Rp1,6 miliar dengan hukuman tujuh tahun enam bulan atau 7,5 tahun penjara.
Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendra Salfina dan kawan-kawan dari Kejaksaan Negeri Langsa dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Jumat.
Sidang majelis hakim diketuai Irwandi serta didampingi Heri Alfian dan Anda Ariansyah, masing-masing sebagai hakim anggota.
Baca juga: Empat terdakwa korupsi pengamanan pantai Langsa divonis 10,5 tahun penjara
Terdakwa Mustafa selaku Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Langsa pada 2018 hingga 2022. Terdakwa hadir didampingi tim penasihat hukumnya.
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa Mustafa membayar denda Rp300 juta. Jika terdakwa tidak membayar, maka dihukum dengan pidana tiga bulan kurungan.
JPU juga menuntut terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara Rp1,6 miliar lebih. Apabila terdakwa tidak membayar, maka harta benda dapat disita dan dilelang untuk menutupi kerugian negara.
"Apabila terdakwa tidak memiliki harta benda serta tidak membayar kerugian negara, maka diganti dengan pidana selama tiga tahun dan sembilan bulan penjara," kata JPU Hendra Salfina menyebutkan.
JPU menyatakan perbuatan terdakwa Mustafa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 2 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, dan c Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Berdasarkan fakta dan keterangan saksi di persidangan, kata JPU, Dinas Lingkungan Hidup Kota Langsa pada 2019 hingga 2022 mengalokasikan anggaran Rp18,17 miliar untuk belanja listrik penerangan lampu jalan.
Adapun rincian alokasi anggaran tersebut, sebesar Rp4,48 miliar pada 2019, sebanyak Rp3,86 miliar pada 2020, sebesar Rp3,9 miliar pada 2021, serta sebanyak Rp5,93 miliar pada 2022.
Mekanisme belanja listrik lampu jalan tersebut menggunakan sistem pascabayar dan prabayar. Untuk pascabayar, dilakukan berdasarkan tagihan dari PLN. Sedangkan prabayar berdasarkan dokumen yang dibuat dan diajukan terdakwa dan diusulkan kepada kepala dinas.
Total listrik prabayar yang diajukan pembayarannya oleh terdakwa terdiri pada 2019 sebanyak Rp470,5 juta, pada 2020 sebesar Rp817,8 juta, pada 2021 sebanyak Rp,1,09 miliar, dan pada 2022 sebesar Rp788,39 juta.
"Namun, terdakwa melakukan kecurangan, di mana identitas pelanggan prabayar tidak dibeli seluruhnya, tetapi hanya sebagian. Sebagian lagi dijual untuk kepentingan pribadi terdakwa. Perbuatan tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,63 miliar lebih," kata JPU.
Terhadap tuntutan tersebut, terdakwa dan penasihat hukumnya menyatakan mengajukan pembelaan secara tertulis pada Jumat (20/6) dengan agenda mendengarkan pembelaan terdakwa dan penasihat hukumnya.
Baca juga: Hakim tolak eksepsi terdakwa korupsi pembangunan pengamanan pantai Langsa
Pewarta: M.Haris Setiady AgusEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025